Internasional

Wamen Bappenas Cerita Sengketa RI di WTO, Bisa Antre Hingga 13 Tahun

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Senin, 13/10/2025 20:50 WIB
Foto: Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas, Febrian Alphyanto Ruddyard, S.I.P., M.A. (CNBC Indonesia/Tommy Patrio S)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Wamen Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard mengungkapkan betapa parahnya "kelumpuhan" pada sistem penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Ruddyard, yang juga merupakan mantan Kepala Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, menyampaikan hal ini dalam Forum Debriefing Kepala Perwakilan yang membahas diplomasi multilateral Indonesia, Senin (13/10/2025).


Menurut Febrian, permasalahan utama yang dihadapi Indonesia adalah waktu tunggu yang sangat lama akibat mandeknya sistem banding di WTO. Ia mencontohkan dengan kasus nomor 26, di mana RI digugat Uni Eropa soal sawit, dan Benua Biru mengajukan banding.


"Seandainya hari ini di dispute settlement ada berhasil disepakati, kasus kita itu menunggu jadi nomor 26. Dengan catatan masing-masing kasus minimum 6 bulan (prosesnya), jadi, Anda bisa bayangkan kesepakatan yang misalnya di undang-undang menang dan harus dilaksanakan, kemudian pihak yang terkait mengajukan banding, itu baru dibahas 26 x 6," jelas Febrian.


Perhitungan sederhana ini menunjukkan bahwa sengketa dagang Indonesia yang berhasil dimenangkan di tingkat awal dan diajukan banding oleh pihak lawan, baru akan diselesaikan sekitar 156 bulan atau 13 tahun ke depan.


"Itu adalah framework yang kita bahas, jadi ini menunjukkan bahwa dispute settlement tidak berjalan on point," tegasnya.


Kelumpuhan DSB ini sebagian besar dipicu oleh sikap Amerika Serikat (AS), yang sejak tahun 2017 secara berturut-turut memblokir penunjukan anggota baru untuk Badan Banding (Appellate Body) di WTO. Badan Banding, yang berfungsi sebagai mahkamah agung perdagangan global, membutuhkan minimal tiga anggota untuk bersidang, namun karena pemblokiran oleh AS, keanggotaannya terus berkurang hingga akhirnya lumpuh total pada Desember 2019.


Alasan utama AS memblokir adalah kekecewaan terhadap Badan Banding yang dianggap telah melampaui mandatnya dan membuat keputusan yang tidak menguntungkan kepentingan AS, serta adanya keluhan tentang isu-isu prosedural seperti penundaan dalam penanganan kasus.


Aksi AS ini pada dasarnya merupakan "pencabutan" dukungan terhadap sistem penyelesaian sengketa WTO dan menjadi latar belakang utama yang membuat kasus-kasus sengketa, termasuk yang melibatkan Indonesia, harus mengantre sangat lama dan tidak terselesaikan, sehingga upaya pemulihan fungsi DSB menjadi salah satu prioritas utama diplomasi Indonesia dalam kerangka Reformasi WTO.


(tps/tps)
Saksikan video di bawah ini:

Video: WTO Pangkas Proyeksi Perdagangan Global 2026, Tumbuh 0,5%