Buntut Kasus Radioaktif, AS Minta Udang RI Wajib Punya Sertifikat Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri udang Indonesia tengah bersiap menghadapi babak baru dalam ekspor ke Amerika Serikat (AS). Pemerintah Indonesia dan otoritas Amerika, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA), sepakat membuat kerja sama baru terkait sertifikasi keamanan produk udang RI. Namun, kabar ini membuat para petambak was-was karena dikhawatirkan akan menambah biaya dan memperpanjang birokrasi ekspor.
Ketua Divisi Diplomasi dan Komunikasi Publik Satuan Tugas (Satgas) Cesium-137, Bara Hasibuan mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menjalin koordinasi intensif dengan pihak FDA.
"Dan keduanya (pemerintah Indonesia dan AS) sepakat untuk melakukan MoU (nota kesepahaman) mengenai proses sertifikasi keamanan produk udang," kata Bara dalam konferensi pers di kantor Kemenko Pangan, Rabu (8/10/2025).
Bara menegaskan, pemerintah AS tetap membuka pasar bagi produk udang Indonesia, asalkan produk tersebut memenuhi ketentuan sertifikasi yang berlaku.
"Pihak AS FDA mengapresiasi langkah penanganan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, dan menyampaikan bahwa pasar Amerika Serikat masih tetap terbuka untuk produk udang Indonesia, selama mengikuti ketentuan dari pemerintah Amerika Serikat. Khususnya untuk ke depannya ini soal sertifikasi," ujarnya.
Namun, di sisi lain, kalangan pelaku usaha di industri udang mulai merasa cemas. Ketua Umum Shrimp Club Indonesia (SCI), Andi Tamsil menilai kebijakan sertifikasi baru ini adalah konsekuensi dari lambannya respons pemerintah terhadap otoritas FDA.
"Sertifikasi ini tidak bisa lagi kita hindari, karena ini dampak dari kelambatan kita (pemerintah) merespons FDA AS. Tentunya kami keberatan (dengan persyaratan sertifikasi), tapi bagaimanapun harus kita hadapi," ucap dia.
Andi pun berharap pemerintah segera menyiapkan langkah konkret agar proses sertifikasi tidak membebani para pelaku usaha.
"Untuk itu, kita harap pemerintah segera mempersiapkan segala sesuatunya terkait sertifikasi baru ini, jangan sampai menimbulkan beban biaya terlalu tinggi, waktu yang lama, dan birokrasi yang panjang," katanya.
Meski demikian, pihak SCI masih belum mengetahui secara pasti siapa yang akan menanggung biaya sertifikasi tersebut. "Kami belum tahu (siapa yang dibebankan biaya). Biasanya dibebankan ke swasta, apalagi saat ini pemerintah kita selalu mengeluh tidak ada anggaran," tukas dia.
"Sertifikasi baru ini tentu akan menimbulkan biaya baru, waktu lebih lama, dan birokrasi yang lebih panjang," pungkas Andi.
(wur)