Internasional

Chaos Demo Gen Z Madagaskar, Presiden Ogah Lengser-Jenderal Jadi PM

luc, CNBC Indonesia
Selasa, 07/10/2025 14:45 WIB
Foto: Seorang pengunjuk rasa ditahan selama protes nasional yang dipimpin pemuda atas memburuknya kekurangan air dan pemadaman listrik, dan tuntutan pengunduran diri Presiden Madagaskar Andry Rajoelina, di Antananarivo, Madagaskar, 3 Oktober 2025. (REUTERS/Siphiwe Sibeko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Madagaskar Andry Rajoelina pada Senin menunjuk Jenderal Ruphin Fortunat Zafisambo sebagai Perdana Menteri baru, hanya sepekan setelah ia membubarkan pemerintahan sebelumnya.

Keputusan pada Senin (6/10/2025) ini menandai langkah terbaru Rajoelina dalam upayanya meredam ketegangan yang telah berlangsung selama tiga minggu terakhir, menyusul demonstrasi nasional yang menuntut perbaikan layanan publik, terutama listrik dan air bersih, sekaligus seruan agar presiden mengundurkan diri.

Zafisambo menggantikan Christian Ntsay, yang diberhentikan pekan lalu ketika Rajoelina memecat seluruh kabinetnya. Sebelum diangkat menjadi perdana menteri, Zafisambo menjabat sebagai direktur kabinet militer di kantor perdana menteri.


Jenderal militer Ruphin Fortunat Zafisambo memberi isyarat setelah ditunjuk sebagai Perdana Menteri oleh Presiden Madagaskar Andry Rajoelina di Istana Kepresidenan Lavoloha, menyusul pembubaran pemerintah di tengah protes atas kekurangan listrik dan air, di Antananarivo, Madagaskar, 6 Oktober 2025. (REUTERS/Siphiwe Sibeko)

Dalam pidato resminya sebelum pelantikan, Rajoelina menegaskan bahwa negara membutuhkan sosok yang mampu memulihkan kepercayaan publik.

"Madagaskar membutuhkan perdana menteri yang mampu memulihkan ketertiban dan kepercayaan rakyat," ujarnya, dilansir Reuters.

Ia menambahkan bahwa prioritas utama Zafisambo adalah memulihkan pasokan listrik dan air, dua isu yang menjadi pemicu utama protes.

Sementara itu, ribuan demonstran kembali turun ke jalan di ibu kota Antananarivo dan beberapa kota besar lainnya pada hari yang sama ketika pengangkatan diumumkan. Menurut laporan Reuters, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa universitas dan warga sipil yang menuntut perubahan politik dan ekonomi.

Protes ini telah memasuki minggu ketiga dan disebut sebagai gelombang unjuk rasa terbesar di Madagaskar dalam beberapa tahun terakhir. Gerakan ini juga disebut terinspirasi oleh aksi "Gen Z" di Kenya dan Nepal, yang menyoroti korupsi dan ketimpangan ekonomi di kalangan elite pemerintahan.

"Situasi makin tak terkendali," ujar seorang pengunjuk rasa kepada televisi lokal. "Kami tidak lagi hanya menuntut listrik dan air, kami menuntut pemerintahan yang benar-benar peduli pada rakyat."

Stasiun televisi nasional memperlihatkan bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa di kota Toliara di selatan dan Diego Suarez di utara, menandakan bahwa ketegangan telah menyebar ke berbagai wilayah.

Madagaskar, meski kaya akan sumber daya mineral, lahan pertanian subur, dan keanekaragaman hayati, masih termasuk salah satu negara termiskin di dunia. Menurut data Bank Dunia, pendapatan per kapita negara itu turun sekitar 45% sejak kemerdekaan pada 1960 hingga 2020.

Krisis ekonomi ini diperburuk oleh korupsi tingkat tinggi dan lemahnya tata kelola pemerintahan, yang menjadi salah satu keluhan utama para demonstran.

Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sedikitnya 22 orang tewas dan lebih dari 100 luka-luka dalam hari-hari pertama demonstrasi. Namun pemerintah menolak angka tersebut, tanpa memberikan data alternatif.

Adapun dalam pidato publik pada Jumat lalu, Rajoelina menyatakan bahwa dirinya "siap mendengarkan keluhan rakyat", namun ia menolak tuntutan agar mundur dari jabatannya.

"Presiden Rajoelina tetap berkomitmen pada dialog dan mempercepat solusi untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari masyarakat," ujar juru bicara kantor presiden dalam pernyataannya kepada Reuters.

Namun, ia juga menuding bahwa gerakan protes tersebut dimanfaatkan oleh aktor politik tertentu yang ingin "mengguncang stabilitas negara".

"Gerakan ini sedang dieksploitasi oleh pihak-pihak politik yang berupaya menciptakan ketidakstabilan," tambahnya.

Kantor kepresidenan dalam pernyataan terpisah menyebut bahwa Rajoelina telah bertemu dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil pada Sabtu (4/10/2025), meskipun tidak dijelaskan rincian isi pertemuan tersebut.

Namun, beberapa kelompok masyarakat sipil menolak menghadiri pertemuan itu. Dalam pernyataannya, mereka menyebut bahwa pemerintah belum memberikan jaminan kebebasan demonstrasi dan pembebasan para pengunjuk rasa yang ditahan.

"Kami tidak akan berpartisipasi dalam dialog yang tidak menjamin keselamatan warga di jalanan," kata salah satu perwakilan organisasi sipil dalam siaran pers yang dikutip media lokal.

 


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Akses Air & Listrik Buruk, Warga Madagaskar Demo Hingga Bentrok