Bank Dunia Naikkan Proyeksi Ekonomi RI Jadi 4,8%, Efek Purbaya?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank telah mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari sebelumnya di level 4,7% menjadi 4,8%. Sentimen yang mengubah proyeksi itu sebagian besar tertuju pada ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah.
Hal ini terungkap dalam laporan terbaru World Bank East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2025 yang baru saja dirilis per hari ini, Selasa (7/10/2025). Dalam dokumen itu, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia di level 4,8% akan bertahan hingga 2026, lebih rendah dari realisasi pertumbuhan 5% pada 2024.
"Di Indonesia, pertumbuhan pada 2026 diproyeksikan tetap berada di angka 4,8%, sama seperti pada 2025 seiring pemerintah terus berupaya merangsang permintaan," dikutip dari laporan terbaru Bank Dunia itu.
Stimulus fiskal yang ditargetkan terus digelontorkan di sektor pangan, transportasi, dan energi, ditambah dengan program bantuan sosial, Bank Dunia perkirakan akan mendukung konsumsi domestik. Konsumsi diramal berkontribusi sekitar 54% terhadap pertumbuhan ekonomi pada 2025-2027.
Pertumbuhan investasi juga diproyeksikan meningkat secara bertahap dan mencapai rata-rata 6,2% selama periode 2025-2027. Peningkatan ini didorong oleh tiga strategi: investasi yang dipimpin negara melalui Danantara, pelonggaran moneter untuk meningkatkan kredit sektor swasta, dan investasi langsung asing (FDI) yang dimotori kebijakan hilirisasi, deregulasi, dan reformasi kawasan ekonomi khusus yang menargetkan energi, sumber daya alam, manufaktur, dan jasa.
"Meningkatnya permintaan domestik diperkirakan akan mengimbangi kontribusi yang lebih lemah dari ekspor neto karena memburuknya nilai tukar dan perdagangan menyusul pertumbuhan yang lebih rendah di Tiongkok, melemahnya harga komoditas, dan berlanjutnya ketidakpastian perdagangan global," kata Bank Dunia.
Sebagaimana diketahui, pemerintah memang tengah fokus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui berbagai program kebijakan stimulus ekonomi yang dirancang di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga telah terang-terangan akan memfokuskan kebijakan fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui kebijakan peningkatan uang primer atau M0. Salah satu caranya dengan mengikis tumpukan dana mengendap pemerintah di Bank Indonesia (BI).
Sejak 12 September 2025, Purbaya memindahkan dana mengendap bank di BI senilai Rp 200 triliun ke lima bank Himbara, BRI sebesar Rp 55 triliun, BNI sebesar Rp 55 triliun, Bank Mandiri sebesar Rp 55 triliun, BTN sebesar Rp 25 triliun, dan BSI sebesar Rp 10 triliun.
"Jika uang Bapak ditaruh di BI, dosa Bapak dua. Satu, ekonominya. Yang kedua sistem kering gak bisa membangun juga. Jadi kalau balikin ke sistem juga, bank, Himbara misalnya, dosa Bapak tinggal satu. Gak bisa bangun, tapi ekonominya jalan," tegasnya.
(arj/mij)