Pak Prabowo! Bank Dunia Kasih Bocoran Cara Biar RI Tumbuh 8%
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank mengungkapkan cara yang harus ditempuh Indonesia supaya bisa mencapai cita-cita pertumbuhan ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang lebih tinggi dari angka potensialnya, yakni 8%.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo mengatakan berbagai kebijakan memang telah digelontorkan pemerintah untuk mendukung laju pertumbuhan itu, mulai dari melalui program subsidi pangan, transportasi, dan energi.
"Menurut saya, kesenjangan antara tingkat pertumbuhan yang diinginkan dan tingkat pertumbuhan potensial tersebut sedang diisi melalui berbagai bentuk dukungan itu," kata Aaditya Mattoo saat konferensi pers secara daring, Selasa (7/10/2025).
Namun, Aaditya menekankan, berbagai program stimulus ekonomi yang diarahkan untuk menjaga aktivitas ekonomi masyarakat itu belum mampu menjawab tantangan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih cepat ke depannya.
Salah satunya ialah tantangan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan lebih produktif bagi masyarakat. Sebab, tingkat pengangguran terbuka Indonesia untuk kaum muda (usia 15-24 tahun) kata Aaditya sangat tinggi, hampir menembus 15%.
Angka itu masih jauh lebih tinggi dari catatan tingkat pengangguran terbuka untuk usia produktif, yakni 25 tahun sampai dengan 54 tahun, yang ia sebut memang sudah cukup rendah di kisaran bawah 5%, dan golongan tua di kisaran 55 tahun sampai 64 tahun.
"Jadi pertanyaan yang lebih besar sejauh mana penekanan seharusnya diberikan pada reformasi struktural yang lebih mendalam, yang misalnya dapat memberikan dinamika baru bagi perekonomian Indonesia dan sekaligus menjawab berbagai persoalan yang ada saat ini, khususnya dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih baik dan lebih produktif bagi masyarakat," ucapnya.
Aaditya mengatakan, masalah utama yang harus dijawab untuk mendorong ekonomi lebih cepat, melalui penciptaan lapangan kerja yang formal atau layak, bisa dilakukan dengan cara fokus dalam menggaet investasi.
Ia mengakui, pemerintah saat ini telah banyak melakukan berbagai cara untuk menciptakan iklim investasi yang berkualitas, seperti penerbitan Omnibus Law Cipta Kerja, hingga pembentukan sovereign wealth fund (SWF) seperti Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
"Namun, persoalannya yang kerap terjadi di negara-negara kawasan ini adalah peraturan yang disusun memang ambisius, tetapi pelaksanaannya lemah. Jadi, menurut saya, salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia saat ini adalah memastikan bahwa negara ini dapat mendorong peningkatan investasi," ucap Aaditya.
Menurut Aaditya, Bank Indonesia (BI) juga telah diarahkan dan berkomitmen untuk terus menjaga suku bunga acuan yang rendah untuk memperkuat iklim investasi di dalam negeri, di samping dengan fokus pemerintah yang terus melaksanakan kebijakan hilirisasi dan pembentukan kawasa ekonomi khusus (KEK).
Tapi, Aaditya menganggap, segala bentuk kebijakan itu tak akan mampu memberi efek lebih dalam peningkatan investasi bila pemerintah masih terlalu banyak menerapkan kebijakan pembatasan perdagangan.
"Kebijakan perdagangan yang masih bersifat restriktif telah membuat Indonesia tersisih dari rantai nilai global di sektor manufaktur. Karena itu, saya menilai pelaksanaan reformasi yang sudah diterapkan Indonesia, serta langkah reformasi yang lebih ambisius untuk membuka perdagangan dan meningkatkan persaingan kan sangat berpengaruh besar bagi perekonomian," tegasnya.
(arj/haa)