Ini Reaksi Hamas soal Deal Trump-Netanyahu, Perang Gaza Kelar?
Jakarta, CNBC Indonesia - Seorang pejabat senior Hamas mengatakan bahwa kelompok itu akan "merespons" kesepakatan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu soal akhir perang Gaza, Palestina. Namun begitu mereka menerima proposal yang akan disepakati.
"Akan merespons bila kami menerimanya," ujar perwakilan Hamas, dimuat AFP, Selasa (30/9/2025).
Belum diketahui jelas apakah mereka sudah menerima proposal Trump. Namun mediator perdamaian Gaza, Qatar dan Mesir, dilaporkan akan menyampaikan proposal Trump kepada Hamas.
Sebelumnya Senin, Trump dan Netanyahu menggelar konferensi pers di Gedung Putih, mengumumkan upaya terbaru mengakhiri perang Gaza. Serangan Israel ke Gaza sudah terjadi dua tahun dan menewaskan 66.000 warga sipil.
Berbicara di hadapan media, Trump menyatakan bahwa kesepakatan damai yang telah lama diupayakan kini "sangat dekat." Ia secara terbuka berterima kasih kepada Netanyahu karena telah menyetujui rencana tersebut.
"Hal ini dilakukan mengakhiri kematian dan kehancuran yang telah kita lihat selama bertahun-tahun, dekade, bahkan berabad-abad," katanya.
Netanyahu sendiri menggemakan dukungan ke Trump. Ia menegaskan bahwa proposal itu selaras dengan tujuan perang strategis Israel.
"Saya mendukung rencana Anda untuk mengakhiri perang di Gaza, yang mencapai tujuan perang kami," kata Netanyahu.
"Ini akan membawa kembali semua sandera kami ke Israel, membongkar kemampuan militer dan aturan politik Hamas, dan memastikan bahwa Gaza tidak akan pernah lagi menjadi ancaman bagi Israel," tambahnya.
Mengutip BBC International dan TRT, proposal ini dimulai dengan perhentian segera operasi militer. Proposal tersebut juga menyatakan bahwa "garis pertempuran" yang ada akan dibekukan hingga persyaratan untuk penarikan bertahap terpenuhi.
Berdasarkan rencana Trump, Hamas akan meletakkan senjatanya. Semua terowongan serta fasilitas produksi senjatanya akan dihancurkan. Hamas akan meletakkan senjata dalam waktu 72 jam. Termasuk penyerahan sandera baik yang hidup atau mati.
Untuk setiap sandera Israel yang jenazahnya dibebaskan, Israel akan membebaskan jenazah 15 warga Gaza yang tewas. Rencana tersebut juga menetapkan bahwa setelah kedua belah pihak menyetujui proposal tersebut, "bantuan penuh akan segera dikirim ke Jalur Gaza".
Disebutkan bahwa sebuah "komite Palestina yang teknokratis dan apolitis" akan memerintah sementara "dengan pengawasan dan supervisi oleh badan transisi internasional baru, yang disebut Dewan Perdamaian, yang akan dipimpin" oleh Trump. Mantan PM Inggris Tony Blair akan menjadi bagian dari badan pemerintahan tersebut bersama para pemimpin lainnya yang "akan diumumkan".
Sebagian besar rencana tersebut berfokus pada apa yang disebut AS sebagai "rencana pembangunan ekonomi" untuk membangun kembali Gaza. Rencana tersebut juga menyatakan "Israel tidak akan menduduki atau mencaplok Gaza" dan pasukannya akan mundur dari wilayah tersebut secara bertahap seiring waktu.
Warga Palestina tidak akan dipaksa meninggalkan Gaza. Sebaliknya, dokumen tersebut menyatakan bahwa AS akan mendorong orang-orang untuk tetap tinggal dan menawarkan mereka kesempatan untuk membangun Gaza yang lebih baik. Hamas tidak akan memiliki peran di pemerintahan Gaza, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Rencana tersebut juga membuka pintu bagi terbentuknya negara Palestina. Di mana pembentukan akan dilakukan oleh warga Palestina dan ahli internasional.
Sementara itu, mengutip BBC International, seorang pejabat senior Hamas mengatakan bahwa kelompok tersebut tetap terbuka untuk mempelajari proposal apa pun yang dapat mengakhiri perang di Gaza. Tetapi menekankan bahwa perjanjian apa pun harus melindungi kepentingan Palestina, memastikan penarikan penuh Israel dari Gaza, dan mengakhiri perang.
Reaksi Warga Gaza
Sementara itu, di Gaza yang hancur, penduduk menyatakan skeptis bahwa rencana Trump dapat mengakhiri perang. Ada yang menyebutnya "hanya lelucon".
"Kami sebagai rakyat tidak akan menerima lelucon ini," kata Abu Mazen Nassar, 52 tahun, salah satu dari 1,9 juta warga Gaza yang mengungsi akibat perang.
(sef/sef)