Gula Rafinasi Merembes, Bos Bulog Akui Petani & Pabrik Gula Tertekan

Martya Rizky, CNBC Indonesia
Senin, 29/09/2025 18:46 WIB
Foto: Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Rhamdani saat ditemui di Kantor Pos Fatmawati, Jakarta, Jumat (18/7/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, menyoroti carut-marut tata niaga gula nasional yang kini membuat petani tebu semakin tertekan. Rembesan gula rafinasi  yang lebih murah dan selama ini hanya terbatas digunakan oleh industri tertentu justru diduga menyebar ke pasar gula konsumsi umum.

Ia menuturkan, harga gula dan tebu di tingkat petani anjlok akibat adanya serbuan gula rafinasi yang rembes ke pasar menjadi gula konsumsi, dan tingginya produksi global, terutama dari Brasil.


"Kondisi tata niaga gula saat ini menghadapi tantangan yang kompleks dan memerlukan perhatian kita bersama. Berdasarkan fakta di lapangan, kami mengidentifikasi beberapa poin krusial, yaitu harga gula di tingkat petani saat ini rendah. Salah satunya akibat tekanan dari rembesan gula rafinasi dan tingginya produksi gula di pasar global, khususnya Brazil," ujar Rizal dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/9/2025).



Menurut Rizal, hal ini berdampak langsung pada pendapatan petani tebu. "Akibatnya, pendapatan petani tebu turun karena rendahnya harga jual tebu," tegasnya.


Pabrik gula nasional juga ikut terjepit. Rizal menyebut pabrik kehilangan posisi tawar terhadap produksi gula dalam negeri. Instabilitas harga semakin memperparah keadaan.


"Kondisi ini menyebabkan pabrik gula tidak memiliki posisi tawar, baik atas produksi gula nasional. Kemudian permasalahan kedua adalah terjadinya instabilitas harga gula yang berdampak langsung pada penjualan harga tebu petani," jelasnya.


Menurut Rizal, akar permasalahan lain muncul dari penyediaan pasokan gula yang belum terkoordinasi dengan baik. "Ketersediaan gula yang tidak terkelola dengan baik, baik itu kelebihan maupun kekurangan akan berdampak langsung ke pelacakan harga eceran," ucap dia.


Melihat situasi ini, Bulog mengusulkan adanya mekanisme baru yang bisa menjadi solusi. Skema tersebut mencakup penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) tebu yang lebih adil, stabilitas harga di tingkat konsumen melalui penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), kemudian adanya jaminan keberlangsungan usaha bagi pelaku industri gula.


"Dan yang terakhir adalah untuk negara memiliki Bulog yang siap berperan sebagai penyangga ketahanan pangan nasional," kata Rizal.

Saat ini yang berlaku adalah harga acuan pembelian (HAP) oleh produsen dan harga acuan penjualan (HAP) di tingkat konsumen, ditetapkan dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 12 Tahun 2024 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Komoditas Kedelai, Bawang Merah, Bawang Putih, Cabai Rawit Merah, Cabai Merah Keriting, Gula Konsumsi, dan Daging Sapi/Kerbau.

Seperti diketahui, selain beras Bulog punya tugas pada komoditas gula dan minyak goreng. Badan Pangan Nasional menunjuk Bulog untuk menyimpan Cadangan Gula Konsumsi Pemerintah (CGKP) dan Cadangan Minyak Goreng Pemerintah (CMGP).


(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Jurus Bulog Jaga Mutu Beras Dari Ancaman Kutu & Kerusakan