
MK Putuskan UU Tapera Bertentangan dengan UUD: Tabungan Malah Memaksa

Jakarta, CNBC Indonesia - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bertentangan dengan UUD 1945 dan harus diubah. MK memberi batas waktu paling lama dua tahun untuk melakukan penataan ulang UU Tapera.
"Menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI tahun 2016 No 55 tambahan lembaran negara NRI No 5863) dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan," ujar Ketua Hakim MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Hakim MK menyatakan UU Tapera bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Hakim MK menyatakan UU Tapera tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, telah ternyata norma Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), dan Pasal 72 ayat (1) UU 4/2016, telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan perlakuan yang diskriminatif sesuai dengan Pasal 28D ayat (2), Pasal 281 ayat (2), dan Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, sebagaimana yang didalilkan Pemohon," ujar hakim MK Enny Nurbaningsih.
"Oleh karena Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 merupakan 'pasal jantung' dari UU 4/2016, sehingga Mahkamah harus menyatakan UU 4/2016 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara keseluruhan. Dengan demikian, dalil Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," tambah hakim.
Hakim MK mengatakan pelaksanaan UU Tapera saat ini sudah berlaku untuk ASN/PNS. Hakim MK menilai perlu memberikan batas waktu untuk penataan ulang tersebut.
"Oleh karena itu, untuk menghindari kekosongan hukum atas pelaksanaan amar Putusan Mahkamah yang membatalkan secara keseluruhan UU 4/2016, sesuai dengan Pasal 124 UU 1/2011, Mahkamah memandang perlu memberikan tenggang waktu (grace period) yang dinilai cukup bagi pembentuk undang-undang untuk menata ulang pengaturan mengenai pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan yang tidak menimbulkan beban yang memberatkan bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri," ujar hakim.
MK menilai pembentuk UU perlu memperhitungkan secara cermat soal pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan dari pengaturan yang sifatnya mewajibkan menjadi pilihan bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri sesuai dengan prinsip keadilan sosial dan perlindungan kelompok rentan. Kemudian, kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan hak konstitusional warga negara yang dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945.
"Dengan mempertimbangkan cakupan peserta Tapera yang luas sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, Mahkamah menilai bahwa pembatalan seketika terhadap UU 4/2016 tanpa masa transisi dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan gangguan administratif dalam pengelolaan iuran maupun aset peserta, termasuk potensi risiko hukum terhadap entitas pelaksana seperti BP Tapera dan lembaga keuangan terkait," ujar hakim.
"Oleh karena itu, untuk menghindari kekosongan hukum (rechtsvacuum) Mahkamah memberikan tenggang waktu paling lama dua tahun kepada pembentuk Undang-Undang untuk menata ulang sesuai dengan amanat UU 1/2011," tambah hakim.
Artikel selengkapnya >>> Klik di sini
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Puan Minta Sekolah Gratis Sampai SMP Masuk APBN 2026