
Wamenperin Ungkap Kontribusi Industri Rokok Lebih Besar dari BUMN

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyoroti besarnya kontribusi industri hasil tembakau (IHT) terhadap penerimaan negara. Dalam pernyataannya, Faisol membandingkan besaran sumbangan dari sektor ini dengan kontribusi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terutama di luar penerimaan pajak.
"Industri hasil tembakau merupakan sektor industri yang berperan sangat penting sekali bagi perekonomian nasional, kontribusi cukainya di tahun 2024 itu mencapai Rp 216,9 triliun, menyerap kurang lebih 5,9 juta pekerja," ungkap Faisol dalam diskusi dengan Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Senin (29/9/2025).
"Kalau dibandingkan dengan sumbangan dari BUMN kepada negara, selain pajak, itu (industri rokok) jauh di atasnya, walaupun dipaksa," sebutnya.
Pernyataan Faisol muncul di tengah diskusi mengenai arah kebijakan IHT yang ke depan dinilai perlu lebih komprehensif. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga mencatat pada tahun 2024 nilai ekspor produk hasil tembakau mencapai US$ 1,85 miliar, meningkat sebesar 21,71% dibandingkan nilai ekspor 2023 sebesar US$ 1,52 miliar
"Beberapa waktu yang lalu sebelum pemerintahan Pak Prabowo itu BUMN dengan segala macam kekuatannya kira-kira (menyumbang) Rp300 triliun. Rp300 triliun itu BUMN udah ngga bisa kerja maksimal di tahun berikutnya setelah semuanya disumbangkan kepada negara," lanjutnya.
![]() Seorang petani tembakau menata tembakaunya untuk disimpan di gudang penyimpanan di Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (17/6/2025). (CNBC Indonesia/Tasya Natalia) |
Apabila melihat sumbangan dividen, selama 2019 sampai 2024 sumbangan dividen BUMN memang tercatat sebesar Rp 330 triliun. Sedangkan industri rokok menyumbang ratusan triliun setiap tahun. Meskipun ia mengakui bahwa sumbangan cukai dari sektor ini mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Ini Perusahaan rokok yang boleh dibilang industri asli kita di Indonesia menyumbang negara Rp216 triliun lebih, ini pun turun dibanding tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya perumusan kebijakan IHT yang tidak hanya berpijak pada aspek kesehatan, tetapi juga mempertimbangkan dimensi ekonomi dan realita di lapangan, termasuk maraknya peredaran rokok ilegal.
Saat ini, pemerintah masih terus mengkaji kebijakan tarif cukai rokok untuk tahun depan, di tengah dinamika antara tujuan pengendalian konsumsi dan perlindungan terhadap sektor tenaga kerja serta penerimaan negara.
"Kami berharap kebijakan IHT ke depan lebih komprehensif, mempertimbangkan aspek kesehatan sekaligus aspek ekonomi. Terlebih, tingginya peredaran rokok ilegal harus menjadi variabel penting dalam perumusan kebijakan," tutupnya.
(fys/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kontribusi PIS Untuk Ekonomi RI: Setor Triliunan dari Pajak dan TKDN
