Purbaya Tolak Tax Amnesty, Pengusaha & Bos Buruh Buka Suara

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
27 September 2025 19:00
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengunjungi kantor BGN (CNBC Indonesia/Robertus)
Foto: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengunjungi kantor BGN (CNBC Indonesia/Robertus)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pengusaha dan buruh satu suara dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak kembali bergulirnya program tax amnesty atau pengampunan pajak.

Program yang sudah digelar pemerintahan sebelumnya sebanyak dua kali kini memasuki babak baru setelah DPR memasukkan RUU Pengampunan Pajak masuk ke dalam longlist atau daftar panjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengaku setuju dengan cara pandang Purbaya yang menolak pelaksanaan program tax amnesty jilid III, sebab program itu ia anggap tak adil.

Said lebih cenderung meminta pemerintah mereformasi kebijakan pajak seperti dinaikkannya batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTPK) menjadi Rp 7,5 juta per bulan dan menghapus pajak pesangon serta pajak THR.

"Reformasi pajak. Kami minta PTKP naik menjadi Rp 7,5 juta. Sepertinya Menteri Keuangan Pak Purbaya merespons itu dengan baik. Karena beliau juga menolak tax amnesty. Kami juga menolak tax amnesty. Masa orang ngemplang pajak diampuni, kami buruh pajaknya tetap dibebani. Masa orang kaya yang tidak bayar pajak diampuni, kami buruh yang sedang bekerja, suruh bayar pajak. Itu tidak adil," kata Said Iqbal dalam konferensi pers persiapan aksi damai pada 30 September, dikutip Sabtu (27/9/2025).

Said Iqbal pun berharap Menteri Purbaya juga tidak seperti menteri-menteri lainnya yang dinilai terlalu kapitalis.

"Maka kita menolak tax amnesty, sekaligus minta dinaikkan PTKP menjadi dari Rp 4,5 juta per bulan, menjadi Rp 7,5 juta per bulan. Akibatnya apa? Kalau kita bayar pajaknya, naik PTKP, ada data saving. Nah kalau data saving kita belanja. Purchasing power bisa naik, konsumsi naik, ekonomi growth naik, terbukalah lapangan kerja. Tidak ada PHK. Itu logisnya sederhana," ucap Said Iqbal.

Adapun penolakan program tax amnesty jilid III dari kalangan pengusaha disampaikan oleh Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam. Ia mengakui program tax amnesty dapat merusak kredibilitas pajak. Menurutnya, saat ini yang lebih penting membangun sistem yang menarik wajib pajak untuk membayar pajak.

"Yang penting bagaimana dibangun environment orang senang bayar pajak karena merasa dihargai dan mendapat kehormatan. Tidak seperti sekarang kita sebagai pesakitan," ujar Bob Azam.

Saat ini, Bob menilai masyarakat seperti terkesan ditargetkan untuk membayar pajak. Ketimbang membentuk sistem seperti itu, Bob menyebut lebih baik membangun iklim saling percaya, mengedepankan self-assessment system, serta pemberian insentif bagi yang konsisten membayar pajak.

"Di luar negeri warga masyarakat yang menerima pengembalian pajak tanpa pengajuan dari mereka dan menjadi surprising bagi mereka. Sekarang hampir tidak pernah terjadi di kita hal seperti itu," imbuh Bob.

Wakil Ketua Umum Bidang Otonomi Daerah Kadin Indonesia, Sarman Simanjorang menambahkan, program tax amnesty selama ini belum efektif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP).

Menurutnya, harus ada strategi khusus sebagai pengganti tax amnesty agar tingkat kepatuhan para wajib pajak lebih tinggi untuk membayar pajak atas pendapatan dari hasil usahanya.

"Menyangkut kebijakan Menkeu yang tindakakan menerapkan tax amnesty, selama ini kita rasakan bahwa program itu masih belum efektif untuk meningkatkan kepatuhan membayar pajak," kata Sarman kepada detikcom.

Sarman menjelaskan pelayanan pajak berbasis digital, seperti Coretax sebetulnya makin mudah diakses oleh pengusaha. Akses menggunakan Coretax yang lebih mudah ini kata dia dapat menjadi daya tarik bagi pelaku usaha untuk sukarela membayar pajak.

"Komunikasi dan sosialisasi berbagai kebijakan perpajakan harus sering dilakukan kepada dunia usaha, dengan pelayanan yang prima dan ramah. Kita yakin jika tingkat kepatuhan semakin tinggi maka target penerimaan pajak untuk kas negara akan dapat tercapai," ungkap Sarman.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wamenkeu Bingung Setoran Pajak Lainnya di 2025 Bisa 1.300% dari Target

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular