Proyeksi Produksi Tembaga & Emas Freeport di 2026 Diramal Turun 35%

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Jumat, 26/09/2025 13:10 WIB
Foto: Situasi terkini penyelamatan 7 karyawan di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave Freeport Indonesia. Dok: PTFI

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) Freeport-McMoRan Inc. (FCX) memperkirakan produksi tembaga dan emas dari tambang bawah tanah Grasberg di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, pada 2026 bisa lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya saat sebelum terjadinya insiden longsor di tambang bawah tanah tersebut.

Pada 2026, produksi tembaga dan emas dari tambang Grasberg yang dioperasikan PT Freeport Indonesia ini diperkirakan lebih rendah 35% dibandingkan proyeksi awal sebelum terjadinya insiden longsoran lumpur basah di tambang bawah tanah pada 8 September 2025 lalu.

Mengutip keterangan resmi FCX, sebelum terjadinya insiden ini, produksi tembaga dari tambang Grasberg pada 2026 diperkirakan bisa mencapai 1,7 miliar pon dan produksi emas sebesar 1,6 juta ons.


"Dengan skenario tambang mulai pulih dan ada kenaikan produksi bertahap, tapi tergantung beberapa faktor dan bisa saja berubah, produksi PTFI di 2026 berpotensi 35% lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelum terjadinya insiden. Perkiraan produksi sebelumnya untuk tahun 2026 mendekati 1,7 miliar pon tembaga dan 1,6 juta ons emas," tulis keterangan resmi Freeport-McMoRan Inc. (FCX), dikutip Jumat (26/9/2025).

Adapun tambang yang mengalami insiden aliran material basah atau lumpur pada 8 September 2025 lalu yaitu tambang Grasberg Block Cave (GBC). Tambang GBC ini tercatat mewakili 50% dari perkiraan cadangan terbukti (proven reserves) dan mungkin (probable reserves) PTFI per 31 Desember 2024, dan bisa berkontribusi sekitar 70% dari perkiraan awal produksi tembaga dan emas PTFI hingga 2029.

"Insiden itu terjadi di 'PB1C', salah satu dari lima blok produksi di GBC tetapi mengakibatkan kerusakan pada infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung area produksi lainnya di GBC," bunyi keterangan resmi FCX tersebut.

Saat ini, PTFI sedang mengevaluasi dampak dari insiden tersebut pada rencana produksi di masa depan. Dengan begitu, perkiraan produksi akan direvisi untuk menggabungkan penjadwalan perbaikan yang diperlukan dan restart bertahap dan peningkatan produksi.

"Penilaian awal menunjukkan bahwa dampaknya kemungkinan akan mengakibatkan penundaan produksi yang signifikan dalam waktu dekat (kuartal keempat tahun 2025 dan tahun 2026) karena perbaikan selesai dan restart bertahap dan peningkatan operasi dimulai. Kembalinya ke tarif operasi pra-insiden berpotensi dicapai pada tahun 2027," beber perusahaan.

Saat ini PTFI memproyeksikan tambang Big Gossan dan Deep MLZ yang tidak terdampak diperkirakan dapat kembali beroperasi pada pertengahan kuartal empat 2025.

Sementara, pemulihan bertahap GBC ditargetkan dimulai paruh pertama 2026, melalui tiga blok produksi yakni PB2 dan PB3, disusul PB1S pada paruh kedua 2026 dan sisanya PB1C pada tahun 2027.

Adapun, PTFI akan berusaha untuk mengoptimalkan rencana produksi saat evaluasi lebih lanjut selesai. Proyek modal akan ditinjau dan dikelola tersebut yakni untuk memprioritaskan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung pemulihan produksi yang aman.

Seperti diketahui, telah terjadi longsor di kawasan tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC), Papua Tengah pada Senin, 8 September 2025 lalu. Tambang Grasberg ini dioperasikan oleh PT Freeport Indonesia. Freeport-McMoRan merupakan pemegang 48,77% saham di PT Freeport Indonesia.

PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menghentikan sementara operasi tambang bawah tanah Grasberg dan memusatkan semua sumber daya untuk mengevakuasi tujuh pekerja kontraktor yang terjebak di dalamnya.

Pada 20 September 2025, Freeport telah menemukan dua pekerja yang sebelumnya hilang dan dipastikan meninggal. Adapun, dengan adanya insiden tersebut perusahaan tengah mengevaluasi dampak yang ditimbulkan terhadap rencana produksi di masa mendatang.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Emas Cetak Rekor, Dekati US$3.800