Freeport Klaim Asuransi Rp 16 Triliun Usai Tambang Bawah Tanah Longsor

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Kamis, 25/09/2025 18:35 WIB
Foto: Kondisi terkini penyelamatan 7 pekerja yang terjebak longsoran lumpur basah di Tambang Bawah Tanah Freeport Indonesia. (Dok. Freeport)

Jakarta, CNBC Indonesia - Freeport-McMoRan (FCX), perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS), berencana mengajukan klaim asuransi sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 16,74 triliun (asumsi kurs Rp 16.745 per US$).

Hal tersebut menyusul kejadian longsor yang terjadi di kawasan tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua Tengah pada Senin, 8 September 2025 lalu. Tambang Grasberg ini dioperasikan oleh PT Freeport Indonesia. Freeport-McMoRan merupakan pemegang 48,77% saham di PT Freeport Indonesia.

PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menghentikan sementara operasi tambang bawah tanah Grasberg dan memusatkan semua sumber daya untuk mengevakuasi tujuh pekerja kontraktor yang terjebak di dalamnya.


Pada 20 September 2025, Freeport telah menemukan dua pekerja yang sebelumnya hilang dan dipastikan meninggal. Adapun, dengan adanya insiden tersebut perusahaan tengah mengevaluasi dampak yang ditimbulkan terhadap rencana produksi di masa mendatang.

Perusahaan pun mengambil langkah dengan mengajukan klaim asuransi. Sementara beberapa proyek akan ditinjau ulang dan dikelola untuk memprioritaskan sumber daya yang diperlukan guna mendukung pemulihan produksi.

"PTFI bermaksud untuk menuntut ganti rugi atas kerugian berdasarkan polis asuransi properti dan gangguan bisnisnya, yang menanggung kerugian hingga US$ 1,0 miliar (dengan batas US$ 0,7 miliar untuk insiden di bawah tanah), setelah dikurangi deductible sebesar US$ $0,5 miliar," tulis Freeport-McMoRan, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).

Sementara itu, Goldman Sachs memangkas proyeksi pasokan tambang tembaga global untuk 2025 dan 2026. Hal ini buntut terjadinya insiden longsoran di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) tersebut.

Goldman Sachs memperkirakan total kehilangan pasokan tembaga mencapai 525.000 ton imbas dari gangguan tersebut. Proyeksi pasokan tambang global pun dipangkas sebesar 160.000 ton pada paruh kedua 2025 dan 200.000 ton pada 2026.

Produksi Grasberg kini diperkirakan turun 250.000 hingga 260.000 ton pada 2025 dan berkurang 270.000 ton pada 2026. Freeport menilai produksi kuartal IV 2025 akan sangat rendah, lantaran area tambang yang tidak terdampak baru bisa kembali beroperasi pertengahan kuartal, dengan porsi sekitar 30%-40% dari kapasitas tahunan.

Sisa area tambang Grasberg diperkirakan baru dapat beroperasi kembali pada 2026. Goldman Sachs menegaskan, kehilangan produksi ini melampaui perkiraan normal gangguan pasokan global yang biasanya mereka perhitungkan.

Akibatnya, proyeksi pertumbuhan produksi tambang global 2025 dipangkas menjadi hanya naik 0,2% dibanding tahun sebelumnya, dari sebelumnya 0,8%. Sedangkan untuk 2026, proyeksi pertumbuhan diturunkan menjadi 1,9% dari semula 2,2%.

Gangguan di Grasberg juga mengubah proyeksi neraca tembaga global Goldman Sachs untuk 2025 dari surplus 105.000 ton menjadi defisit 55.500 ton. Sementara pada 2026, neraca pasokan tembaga diperkirakan masih mencatat surplus tipis.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK Ungkap Ada 7 Asuransi Berpotensi Rugi Rp 19,34 Triliun