Internasional

Kantor Imigrasi AS Diguncang Penembakan Brutal, 1 Tewas-Trump Bersuara

luc, CNBC Indonesia
Kamis, 25/09/2025 13:00 WIB
Foto: Personel penegak hukum merespons di lokasi penembakan di kantor lapangan Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) di Dallas, Texas, AS, 24 September 2025. (REUTERS/Jeffrey McWhorter)

Jakarta, CNBC Indonesia - Seorang pria bersenjata melepaskan tembakan ke arah kantor badan penegakan imigrasi dan bea cukai (Immigration and Customs Enforcement/ICE) di Dallas, Amerika Serikat, pada Rabu (24/9/2025) waktu setempat, menewaskan satu orang tahanan dan melukai dua lainnya sebelum akhirnya pelaku bunuh diri dari atap gedung dekat lokasi.

Menurut keterangan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), pelaku menembak secara membabi buta, termasuk ke arah sebuah van di area masuk gedung yang dijaga ketat.

"Satu tahanan tewas dan dua lainnya dalam kondisi kritis," tulis DHS dalam pernyataan resminya, sebagaimana dilansir Reuters. Polisi dan FBI mengatakan kasus ini sedang ditangani sebagai "aksi kekerasan terarah".


Pelaku Tulis "ANTI-ICE" di Peluru

Direktur FBI Kash Patel mempublikasikan foto amunisi yang belum digunakan, menunjukkan tulisan "ANTI-ICE" pada selongsong peluru.

"Sementara penyelidikan masih berlangsung, tinjauan awal terhadap bukti menunjukkan adanya motif ideologis di balik serangan ini," tulis Patel di X.

Identitas pelaku kemudian dikonfirmasi sebagai Joshua Jahn (29), warga McKinney, Texas. Ia diketahui melepaskan tembakan dari atap bangunan yang berada di dekat kantor ICE tersebut. Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem mengatakan dalam wawancara dengan Fox News bahwa Jahn "jelas menargetkan ICE" berdasarkan bukti awal.

Namun, kakaknya, Noah Jahn (30), mengaku terkejut dengan peristiwa ini. "Saya tidak tahu dia punya niat politik apapun. Saya tidak pernah mendengar dia membenci ICE," katanya kepada Reuters.

Pejabat berwenang belum merilis nama para korban penembakan di Dallas. Namun, DHS menegaskan bahwa keamanan di semua fasilitas ICE diperketat. "Kami meminta masyarakat tetap tenang dan tidak menyebarkan spekulasi hingga penyelidikan tuntas," kata agen FBI Dallas, Joseph Rothrock.

Penembakan ini menambah daftar serangan ke fasilitas DHS di Texas tahun ini. Pada Juli lalu, seorang polisi ditembak di pusat detensi ICE di Prairieland, sementara seorang pria dari Michigan tewas ditembak setelah menyerang stasiun U.S. Border Patrol di McAllen.

Fasilitas ICE memang kerap menjadi titik panas unjuk rasa, terutama sejak kebijakan imigrasi keras Trump dijalankan. Bentrokan antara demonstran dan agen ICE belakangan meningkat, termasuk insiden di Illinois awal bulan ini yang melukai beberapa demonstran, di antaranya wali kota Evanston.

Trump Buka Suara

Presiden AS Donald Trump langsung menuding serangan ini sebagai bagian dari meningkatnya kekerasan bermotif politik yang menurutnya dipicu oleh kelompok "Radikal Kiri". Dalam unggahan di Truth Social, Trump menulis bahwa para Demokrat "terus mendemonisasi penegak hukum, menyerukan agar ICE dibubarkan, dan bahkan menyamakan petugas ICE dengan Nazi."

Trump juga mengaitkan penembakan Dallas ini dengan pembunuhan aktivis konservatif Charlie Kirk pada 10 September lalu di Utah. "Teroris radikal kiri menimbulkan ancaman serius bagi penegak hukum dan harus dihentikan," tegas Trump.

Ia berjanji akan menandatangani perintah eksekutif pekan ini untuk "membongkar jaringan terorisme domestik", meskipun belum ada bukti yang mengaitkan serangan ini dengan organisasi tertentu.

Wakil Presiden JD Vance dan penasihat Gedung Putih Stephen Miller turut mendukung pernyataan Trump, dengan menuding pernyataan keras Gubernur California Gavin Newsom tentang operasi ICE sebagai bahasa yang "menghasut kekerasan".

Adapun peristiwa ini terjadi hanya dua minggu setelah pembunuhan Charlie Kirk, pendiri kelompok konservatif Turning Point USA dan sekutu dekat Trump. Seorang mahasiswa berusia 22 tahun dari Utah telah didakwa atas pembunuhan itu, meski motifnya belum jelas.

Trump sebelumnya sudah mendeklarasikan gerakan antifa sebagai organisasi teroris domestik, meski tidak ada bukti publik yang mengaitkan kelompok itu dengan pembunuhan Kirk. "Pelaku kekerasan merasa dilindungi ketika ada pemimpin yang melegitimasi narasi tersebut," kata Noem.

 


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Trump dan Albanese Akan Gelar Pertemuan di Washington