Hari Tani Nasional

4+8 Tuntutan Petani Sawit, Teriak Minta Hargai Petani-Hapus BK & PE

Damiana, CNBC Indonesia
Rabu, 24/09/2025 14:50 WIB
Foto: Petani Sawit. (Dok. POPSI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Petani nasional memperingati hari ini, Rabu (24/9/2025), sebagai Hari Tani Nasional. Termasuk, petani sawit yang tersebar di berbagai daerah dan gabungan kelompok.

Di Hari Tani Nasional yang ke-65 ini, digunakan oleh 2 kelompok petani nasional menyuarakan sejumlah tuntutan kepada pemerintah. Meski berbeda, tuntutan-tuntutan itu mendesak pemerintah memprioritaskan peningkatan kesejahteraan petani sawit di Tanah Air.

Ketua Umum Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) Mansuetus Darto mengatakan, di Hari Tani Nasional kali ini, tujuh organisasi petani sawit yang tergabung dalam POPSI menuntut reforma agraria sejati yang benar-benar berpihak pada petani, bukan sekadar slogan.


"Hingga hari ini kehidupan petani sawit masih dibelenggu oleh kebijakan negara yang menekan, pengelolaan aset yang tidak adil, serta omon-omon yang tak pernah terwujud," kata Mansuetus dalam keterangannya, Rabu (24/9/2025).

"Menjalankan reforma agraria sejati: tanah untuk petani, bukan untuk korporasi atau BUMN," tukasnya.

Selain itu, POPSI juga menuntut penghentian atau penghapusan pungutan ekspor dan bea keluar yang mencekik petani.

"POPSI menilai bahwa pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) yang mencapai US$190/MT saat ini, merupakan beban berat yang secara langsung memiskinkan petani sawit," ucapnya.

Dia membeberkan hasil perhitungan POPSI yang menunjukkan beban ditimbu;kan BK dan PE.

"Setiap potongan US$50/MT menggerus harga TBS (tandan buah segar) sebesar Rp350/kg. Artinya, dengan potongan US$190/MT, petani kehilangan sekitar Rp1.500/kg," paparnya.

"Harga TBS yang saat ini hanya sekitar Rp3.500/kg, seharusnya bisa mencapai Rp5.000/kg jika tidak ada pungutan tersebut.
Kondisi ini adalah strategi struktural yang memiskinkan petani dan harus segera dihentikan," desak Mansuetus.

Di sisi lain, dia juga menyebut nasionalisasi melalui Agrinas adalah Reforma Agraria yang dipelintir.

"POPSI juga menyoroti langkah pemerintah melalui Agrinas (PT Agro Industri Nasional) yang mengambil alih dan mengelola kebun sawit, termasuk sawit sitaan yang berada dalam kawasan hutan. Tidak ada proses negosiasi dengan petani yang selama ini menggantungkan hidup dari tanah tersebut. Tidak ada studi yang mendalam, mengapa masyarakat menduduki tanah kawasan hutan tersebut," tukasnya.

"Reforma agraria sejati seharusnya mengembalikan tanah kepada petani dan masyarakat adat, bukan mengganti tuan lama dengan tuan baru AGRINAS dengan embel-embel kepentingan negara. Mengelola sawit sitaan tanpa melibatkan petani kecil tanpa redistribusi tanah sama saja dengan nasionalisasi korporatis, bukan reforma agraria," ucap Mansuetus.

POPSI juga mempertanyakan kejelasan janji pemerintah mempercepat sertifikasi ISPO untuk petani.

"Petani justru dibebani kewajiban ISPO tanpa dukungan, sementara biaya sertifikasi sangat mahal. Tanpa dukungan finansial dan kelembagaan yang nyata, ISPO hanya menjadi alat diskriminasi terhadap petani sawit rakyat," cetusnya.

Berikut 4 tuntutan POPSI yang diajukan bersamaan dengan peringatan Hari Tani Nasional:

1. POPSI mendesak pemerintah untuk menghapus pungutan ekspor dan bea keluar yang mencekik petani.
2. POPSI mendesak pemerintah untuk menghentikan praktik nasionalisasi sawit melalui Agrinas dan mengembalikan tanah kepada petani.
3. POPSI mendesak pemerintah untuk menyediakan anggaran khusus untuk percepatan ISPO bagi petani sawit rakyat.
4. POPSI mendesak pemerintah untuk menjalankan reforma agraria sejati: tanah untuk petani, bukan untuk korporasi atau BUMN.

"Hari Tani Nasional bukan sekadar perayaan, tetapi pengingat atas janji negara untuk mewujudkan reforma agraria sejati. Petani sawit tidak butuh retorika, kami butuh keadilan," kata Mansuetus Darto.

8 Tuntutan APKASINDO

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat Manurung berharap, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto meningkatkan kesejahteraan petani sawit di dalam negeri.

"Saat ini, petani sawit menghadapi tantangan luar biasa dari aspek kepastian legalitas, harga TBS, dan infrastruktur. Tapi, kami optimistis Presiden Prabowo akan memberikan solusi terkait persoalan ini," kata Gulat dalam keterangan tertulis.

APKASINDO, sebutnya telah menggelar rapat koordinasi nasional, membahas sejumalah poin deklarasi petani sawit untuk memperingati Hari Tani Nasional tahun 2025.

Berikut 8 poin yang jadi fokus tuntutan APKASINDO:

1. Mendukung jalannya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara berdaulat di bidang
ketahanan pangan dan energi yang salah satunya berbasis sawit.

2. Kepastian Hukum dan Legalitas lahan bagi perkebunan sawit rakyat

Dukungan penuh pemerintah melalui jalur afirmasi (tujuan khusus dengan maksud tertentu) dengan menerbitkan Sertifikat Hak Milik kebun sawit rakyat,
baik yang sudah APL maupun yang masih diklaim Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sebagai bagian Kawasan hutan dengan syarat sawit sudah tertanam sebelum tahun 2020 sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Pengakuan ketertelusuran dalam regulasi EUDR yang tertanam sawit sebelum 2020.

3. Mengakui dan Menghargai Peran Petani

Kami menuntut pengakuan yang lebih besar terhadap peran strategis petani sawit sebagai pilar utama ekonomi nasional. Kami adalah bagian integral dari
rantai pasok kelapa sawit yang berkontribusi signifikan terhadap devisa negara.

4. Mendorong Perbaikan Tata Kelola Perkebunan

Kami mendukung upaya-upaya perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit yang transparan, berkeadilan dan berkelanjutan.

"Kami siap berkolaborasi dan berdialog dengan pemerintah dan kami sangat mendukung Astacita Presiden Prabowo," ujarnya.

"Sebagai salah satu wujud nyata Asta Cita tersebut kami meminta Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) tidak memasang patok/plang di perkebunan sawit rakyat. Agar tidak memberikan keresahan berakibat terganggunya kamtibmas, gangguan sosial di petani sawit dan masyarakat yang menggantungkan ekonomi keluarganya dari multiplier effect sawit, yang berujung terganggunya target pertumbuhan ekonomi 8%," kata Gulat.

5. Kembalikan Fungsi Direktorat Jenderal Perkebunan

Meminta Kementerian Pertanian (Kementan) kembali memberikan perhatian besar kepada petani sawit melalui dukungan kebijakan, terkhusus direktorat jenderal
perkebunan supaya Kembali ke tugas pokoknya.

6. Membentuk Badan Sawit Nasional (BSAN)

Untuk menyelesaikan tumpang tindih kebijakan Kementerian/lembaga dan deregulasi aturan yang antagonis, serta memastikan pemasukan negara sesuai eksisting perkebunan sawit Indonesia diperlukan segera BSAN.

7. Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan Program bantuan saranan dan prasaarana (sarpras)

Segera permudah untuk persyaratan Program PSR dan Program Sarpras melalui dana sawit BPDP (bukan APBN).

"Dengan PSR dan Sarpras kami Petani sawit menuju sejahtera dan dengan program PSR dan Sarpras tersebut kami petani bisa mendukung program Bapak Presiden Prabowo untuk kemandirian energi dan meningkatkan pemasukan negara," kata Gulat.

8. Kemitraan Petani Plasma-Inti

Pemerintah harus tegas untuk mewujudkan Kewajiban 20% Plasma bagi Perusahaan (inti) tanpa kecuali dan dukungan petani sawit masuk ke sektor hilir, terutama sebagai produsen FAME (biodiesel).

Foto: Petani Sawit. (Dok. POPSI)
Petani Sawit. (Dok. POPSI)

(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Salurkan Beras hingga Pelosok, Bulog Gandeng TNI/Polri - Kopdes