Perjalanan 9 Tahun Kerja Keras RI & Eropa Tuntaskan IEU-CEPA

Zahwa Madjid, CNBC Indonesia
24 September 2025 11:11
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menandatangani MoU dalam Pernyataan Bersama soal Kesimpulan Substansial Indonesia IEU-CEPA, di Bali, Selasa (23/9/2025). (Tangkapan Layar Youtube/PerekonomianRI)
Foto: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menandatangani MoU dalam Pernyataan Bersama soal Kesimpulan Substansial Indonesia IEU-CEPA, di Bali, Selasa (23/9/2025). (Tangkapan Layar Youtube/PerekonomianRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perjalanan panjang negosiasi antara Indonesia dan Uni Eropa untuk menyelesaikan kerja sama perdagangan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) akhirnya berbuah manis setelah sembilan tahun.

Perjanjian ini dipandang sebagai tonggak baru hubungan dagang kedua belah pihak, membawa harapan besar untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Negosiasi IEU-CEPA dimulai sejak 18 Juli 2016 di Brussels, Belgia. Sejak saat itu, telah diselenggarakan paling tidak 19 putaran pertemuan resmi.

Selama hampir satu dekade, negosiasi kerap menemui jalan buntu. Sejumlah isu strategis menjadi batu sandungan. Mulai dari perbedaan pandangan terkait tarif, standar lingkungan, hingga regulasi perdagangan.

Pada tahun lalu, perjanjian IEU-CEPA terhambat akibat penerapan The New EU Deforestation Regulation (EUDR), adanya permintaan keterbukaan dalam pengadaan barang pemerintah atau government procurement hingga kepastian pasar Eropa bagi produk RI.

Namun pada 18 Juni 2025 setelah hampir 9 tahun, negosiasi isu-isu terakhir antara Indonesia dan Uni Eropa dapat mencapai titik akhir.

Deputi I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan pada saat itu mengatakan 90% teks negosiasi telah selesai dan kesimpulan substantif diharapkan akan selesai pada akhir Juni 2025.

"IEU CEPA diharapkan akhir Juni sudah selesai negosiasinya. Kenapa Eropa penting? Bisa jadi salah satu pembuka akses market untuk padat karya, energi terbarukan, kendaraan listrik, alas kaki, tekstil, minyak sawit, dan perikanan," katanya dalam CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (18/6/2025).

Akhirnya, pada 22 September 2025, Indonesia dan Uni Eropa resmi menandatangani penyelesaian substansial IEU-CEPA. Penandatanganan dilakukan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Komisi Eropa Maroš Šefčovič.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menargetkan perjanjian IEU-CEPA dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi RI hingga US$ 2,8 juta dengan penciptaan pekerja di Indonesia mencapai 5 juta lapangan kerja dalam 5 tahun kedepan.

"Ekspor Indonesia ke IEU diharapkan meningkat 2,5 kali dalam lima tahun berikutnya. Pembangunan ini akan diikuti dengan peningkatan kesejahteraan sekitar US$ 2,8 juta. Lebih dari 5 juta pekerja di Indonesia akan berpengaruh dengan implementasi IEU CEPA," ujar ujar Airlangga dalam konferensi pers Joint Announcement Substantial Conclusion IEU-CEPA, di Badung, Bali, Selasa (23/9/2025).

Airlangga menilai penyelesaian perjanjian IEU-CEPA tersebut dapat memberikan dampak besar terhadap Indonesia. Terutama dari segi ekspor Indonesia.

Seperti peningkatan dalam bidang ekspor,menjaga pasar yang lebih luas di kawasan dan pembebasan pasar di bawah IEU-CEPA yang mencakup barang, servis, dan investasi. Pasalnya, kedua belah pihak telah berkomitmen untuk menghilangkan tarif di lebih dari 98% dari barang tarif, dan hampir 99% dari nilai impor.

Dengan penyelesaian perjanjian tersebut, ekspor Indonesia diharapkan meningkat dalam komoditas-komoditas penting. Seperti minyak, kopi, tekstil, dan peralatan, pakaian, elektronik, peralatan makanan, dan produk hutan. Selain itu, IEU juga menerima kesempatan untuk ekspor produk teknologi tinggi Indonesia, termasuk telekomunikasi.

Airlangga menjelaskan setelah ratifikasi, targetnya IEU-CEPA akan berlaku efektif secepatnya pada 1 Januari 2027.

"Kita ingin melihat manfaat dari perjanjian ini segera. Tentu saja, sekarang dan nantinya, kita akan bekerja mencapai pencapaian yang tercepat. Termasuk, industri RI a.l. alas kaki, furnitur, tekstil dan dan industri padat karya di Indonesia," katanya.

Dengan demikian, industri di Indonesia kini ikut merayakan kerja sama IEU-CEPA karena pasarnya kini berkembang luas hingga ke Eropa.

Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Komisi Eropa Maroš Šefčovič mengungkapkan penandatanganan substansial perundingan IEU-CEPA ini menjadi pesan penting kepada dunia, bahwa Indonesia dan Eropa tetap berkomitmen untuk mengadakan kerja sama perdagangan yang berdasarkan aturan internasional dan saling menguntungkan.

Dia mengatakan perjanjian ini merefleksikan dedikasi tim dan dia sekali lagi mengungkapkan rasa terima kasih bagi para kepala negosiator dan para tim dari kedua pihak.

Dia menilai posisi Indonesia sangatlah penting sebagai partner dagang EU di Asean. "Eropa dan Indonesia telah menikmati kerja sama perdagangan. Indonesia negara dengan ekonomi terbesar dan konsumen terbesar di Asean, Indonesia menjadi partner dagang Eropa terbesar di regional ini. di 2024, ekspor 9.7 miliar euro, dan mendukung 15 ribu lebih UMKM dan penciptaan lapangan kerja," ungkapnya.

Dengan demikian, Maroš berharap kerja sama ini dapat membuka dan meningkatkan nilai perdagangan antar kedua pihak dengan mengeleminasi tarif sejumlah komoditas hingga 0%, yakni untuk tekstil, furniture hingga alas kaki dari sisi Indonesia dan otomotif hingga pangan di sisi EU.

Hambatan EUDR

Adapun IEU-CEPA ini sempat terkendala masalah Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Aturan ini meminta produk seperti sawit, kopi, dan kayu harus memenuhi standar bebas deforestasi yang ketat untuk bisa masuk ke pasar Eropa.

Dengan aturan EUDR, para importir komoditas pertanian RI dengan risiko deforestasi seperti kakao, kopi, minyak sawit, kedelai, hingga hasil hutan di Uni Eropa harus menunjukkan bukti bahwa rantai pasok produk tersebut tidak terkait dengan alih fungsi hutan.

Uni Eropa pun dikatakan sudah melunak mengenai EUDR sehingga IEU-CEPA bisa berjalan mulus saat ini. Hal ini membuktikan bahwa Eropa membutuhkan Indonesia sebagai partner dagang.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono, sebelumnya menyatakan bahwa kesepakatan tersebut akan sia-sia jika hambatan non-tarif dari Uni Eropa, seperti regulasi deforestasi (EUDR), tidak bisa diatasi.

"IEU-CEPA percuma saja kalau tetap ada EUDR. Tarif boleh nol, tapi kalau produk kita dianggap tidak memenuhi regulasi, tetap tidak bisa masuk," ujar Eddy dalam CNBC Indonesia, Senin (15/7/2025).

Menurutnya, meskipun IEU-CEPA memberikan pembebasan tarif, Uni Eropa tetap memberlakukan European Union Deforestation Regulation (EUDR). Aturan ini mensyaratkan bahwa produk seperti sawit harus dapat dibuktikan tidak berasal dari aktivitas deforestasi setelah 31 Desember 2020.

"Kalau kita tidak bisa buktikan legalitas dan lokasi kebun, tetap akan ditolak. Jadi EUDR ini bukan soal tarif, tapi soal standar lingkungan mereka," tegasnya.

Adapun, dalam regulasi EUDR, Indonesia termasuk dalam kategori negara risiko menengah, artinya produk sawit dari Indonesia akan melalui pemeriksaan lebih ketat, termasuk pelacakan asal usul lahan (traceability) dan sertifikasi legalitas.

Eddy melihat kondisi ini akan tetap menyulitkan ekspor, karena masih banyak lahan sawit rakyat yang belum memiliki peta legal dan sertifikasi yang sesuai standar Uni Eropa.

GAPKI mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan pendekatan government-to-government (G2G) agar terjadi kesepakatan teknis dalam pemenuhan EUDR. Tujuannya adalah agar produk sawit Indonesia yang telah memenuhi standar bisa diakui tanpa harus melalui prosedur pemeriksaan yang berlapis.

"Kita perlu sistem traceability nasional yang kuat dan diakui Uni Eropa. Harus ada upaya bersama antara pemerintah dan pelaku industri," tegas Eddy.

Dia menegaskan perjanjian IEU-CEPA tidak akan membawa dampak signifikan jika Indonesia belum siap dari sisi hulu, seperti pendataan kebun sawit, sertifikasi ISPO, dan transparansi rantai pasok.

"Tarif nol itu hanya berlaku kalau syarat non-tarifnya dipenuhi. Kalau tidak, ya tetap tidak bisa ekspor," tegasnya.




(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI-Eropa Berunding IEU-CEPA Selama 9 Tahun, Ini Hasilnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular