Kementerian Kehutanan Pastikan TN Komodo Dikelola Sesuai Prosedur

Elga Nurmutia, CNBC Indonesia
16 September 2025 11:11
Wisatawan berkunjung di Taman Nasional Komodo, Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (24/7/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Wisatawan berkunjung di Taman Nasional Komodo, Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (24/7/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kehutanan menyatakan seluruh kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi di Taman Nasional Komodo harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mengedepankan prinsip perlindungan satwa dan ekosistem.

Kementerian Kehutanan juga mengapresiasi kepedulian publik terkait rencana pembangunan sarana dan prasarana wisata alam oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo. Hal ini menandakan tingginya antusiasme masyarakat terhadap kelestarian Komodo sebagai satwa endemik dan Pulau Padar sebagai bagian dari Warisan Dunia UNESCO.

Melansir keterangan resmi Kementerian Kehutanan, Selasa, (16/9/2025), Pembangunan sarana dan prasarana wisata alam yang dilakukan PT KWE memiliki dasar hukum berupa pemberian Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA/PB-PSWA) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK.796/Menhut-II/2014 tanggal 23 September 2014 seluas 426,07 hektare (ha) di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Di Pulau Padar, PT KWE berencana melakukan pengembangan terbatas pada seluas kurang lebih 15,37 ha atau sekitar 5,6% dari total 274,13 ha lahan konsesi. Pengembangan sarana dan prasarana (sarpras) dibagi dalam 7 blok, dan akan dilakukan dalam 5 tahapan pembangunan.

Sebagaimana diketahui, pembangunan pondasi sekitar 148 tiang di Pulau Padar dilakukan PT KWE pada akhir 2020 hingga awal 2021. Namun, pembangunan tersebut dilakukan sebelum adanya arahan penyusunan dokumen Environmental Impact Assessment (EIA). Setelah arahan resmi disampaikan oleh Dirjen KSDAE pada Juni 2022, pembangunan tersebut dihentikan dan tidak dilanjutkan hingga proses penyusunan EIA selesai.

PT KWE pun telah menyusun dokumen EIA dengan melibatkan tim ahli lintas disiplin dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Perusahaan ini juga melakukan konsultasi publik pada 23 Juli 2025 di Labuan Bajo bersama pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, dan akademisi.

Berdasarkan hasil konsultasi publik tersebut, terdapat beberapa rekomendasi yang wajib yang perlu diperhatikan PT KWE. Salah satunya adalah beberapa jenis dan sejumlah sarana wisata perlu digeser dan atau dikurangi jumlahnya, terutama pada Blok 1 sampai dengan 6 hingga maksimal sarana terbangun 9%-10% untuk menghindari overlap dengan komodo dan/atau sarang komodo dan/atau pohon.

Selain itu, pembangunan jalan sedapat mungkin elevated dan tidak menebang pohon, kemudian perlu diperhatikan keberadaan sarang komodo pada radius 10 meter agar terbebas dari areal terbangun untuk keamanan dan kenyamanan tamu.

PT KWE harus membangun kemitraan dengan mitra-mitra industri pariwisata yang ada di Labuan Bajo maupun pihak-pihak lain seperti perguruan tinggi dan sekolah pariwisata, serta mengimplementasikan rencana operasional yang telah dibuat dan memperbarui sesuai situasi dan kondisi terkini.

Lebih lanjut, terdapat perjanjian kerja sama antara Balai Taman Nasional Komodo dan PT Palma Hijau Cemerlang No.PKS.38/T.17/TU/KUM.3.1/10/2024 dan Nomor 001/P.X/OP-PHC/18/2024 tanggal 18 Oktober 2024.

Perjanjian tersebut dalam rangka mendukung pengelolaan Taman Nasional Komodo dalam aspek perlindungan dan pengawasan kawasan, pengawetan flora dan fauna, pemulihan ekosistem, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan wisata alam dan jasa lingkungan.

Terkait adanya pembangunan mess karyawan untuk PT Palma Hijau Cemerlang (PHC), Kementerian Kehutanan menyebut bahwa mess karyawan tersebut berupa bangunan non-permanen dengan bahan dari kayu (balok dan papan), sehingga ramah lingkungan dan berfungsi mendukung pengelolaan TN Komodo.

Bangunan tersebut digunakan untuk tempat berteduh atau menginap karyawan, sehingga dalam melakukan kegiatan pengamanan kawasan dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien. Bangunan tersebut juga tidak berfungsi komersial.

Lantaran bersifat non-permanen dan berada di dekat lokasi kantor Seksi yang juga mendukung pengelolaan Taman Nasional Komodo, maka bangunan mess karyawan ini tidak diperlukan lagi dokumen EIA/Amdal/UKL-UPL. Bangunan ini cukup membutuhkan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Taman Nasional Komodo yang telah disusun.

Selanjutnya, mengacu pada monitoring yang dilakukan Balai Taman Nasional Komodo bersama Yayasan Komodo Survival Program (KSP), khususnya jika melihat data estimasi populasi dan nilai standard error maupun rentang kepercayaan CI 95% sebenarnya di Pulau Padar dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, dapat disimpulkan bahwa kondisi populasi komodo masih abil dengan tidak terdapat indikasi penurunan populasi.

Data tahun 2025 bahkan menunjukkan indikasi peningkatan populasi. Namun, pengungkapan data hasil monitoring tahun 2025 ke publik masih menunggu hasil analisis keseluruhan.

Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan turut menegaskan bahwa pengelolaan wisata alam di kawasan Taman Nasional Komodo memberikan manfaat ekonomi nyata. Saat ini, terdapat 218 masyarakat dari Kampung Rinca, Kerora, Komodo, Papagarang, Mesah, dan Labuan Bajo yang terlibat langsung sebagai pemandu wisata, penyedia makanan, minuman, dan souvenir.

Secara regional, ekowisata di Labuan Bajo mendorong berkembangnya 4.572 lapangan kerja sektor pariwisata, 113 hotel/penginapan, 89 usaha makanan dan minuman, serta 537 kamar kapal wisata.

Pada akhirnya, Kementerian Kehutanan senantiasa memastikan bahwa setiap tahapan pembangunan resort di Pulau Padar harus mematuhi ketentuan hukum, rekomendasi EIA, serta kaidah konservasi satwa Komodo. PT KWE wajib mengikuti arahan teknis yang telah ditetapkan, tak terkecuali soal pembatasan pembangunan di sekitar habitat dan sarang Komodo.

Tak hanya itu, Kementerian Kehutanan juga mengajak seluruh pihak untuk menunggu hasil proses penilaian internasional (UNESCO/WHC) yang tengah berlangsung. Pemerintah juga meminta seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga integritas informasi dengan menghindari penyebaran kabar yang tidak akurat serta berpotensi menyesatkan publik.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular