
Pemerintah Terbitkan Aturan baru Gas HGBT Untuk Listrik, Ini Isinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan aturan berupa Keputusan Menteri ESDM Nomor 282.K/MG/MEM.M/2025 tentang perubahan Atas Kepmen ESM Nomor 77.K/MG.01/MEM.M/2025 Tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumur Tertentu di Bidang Penyediaan Tenaga Listrik Bagi Kepentingan Umum.
Aturan ini berisi mengenai harga serta volume gas bumi bagi perusahaan pengembang pembangkit listrik. Nah, dalam aturan anyar yang ditandatangani pada 19 Agustus 2025 ini terdapat beberapa penyesuaian khusunya mengenai volume gas yang menggunakan HGBT.
Adapun yang mengalami penyesuaian diantaranya, PT Pelayanan Listrik Nasional Batam, PT Bekasi Power, PT Cikarang Listrindo, dan PT Krakatau Chandra Energi.
Sebagai contoh, PT Pelayanan Listrik Nasional Batam yang sebelumnya mendapat volume gas bumi sebesar 78 billion british thermal unit per day (BBTUD) terkoreksi menjadi 40,69 BBTUD. Lalu, volume gas HGBT untuk PT Bekasi Power juga turun menjadi 6,48 BBTUD dari alokasi sebelumnya sebesar 78 BBTUD.
Kemudian, PT Cikarang Listrindo sebagai pengelola PLTG Cikarang Listrindo. Di mana, volume gas HGBT untuk perusahaan ini menjadi 21,38 BBTUD dari alokasi sebelumnya 78 BBTUD.
Berikutnya, PT Krakatau Chandra Energi sebagai pengelola PLTGU Krakatau Chandra Energi dengan kapasitas 120 MW di Cilegon, Banten. Volume gas HGBT untuk perusahaan ini menjadi 9,45 BBTUD dari alokasi sebelumnya 78 BBTUD.
Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi perusahaan dalam distribusi gas bumi ke pelanggan. Mulai dari isu pasokan, ketersediaan infrastruktur, harga dan keberlanjutan.
Corporate Secretary PGN Fajriyah Usman menjelaskan bahwa ketidakseimbangan pasokan gas bumi dari sisi hulu menjadi salah satu kendala yang cukup signifikan. Pasalnya, PGN bukanlah perusahaan yang memproduksi gas, melainkan hanya mengelola pasokan yang diterima dari produsen di hulu.
Oleh sebab itu, apabila terjadi penurunan produksi secara alamiah (natural decline) atau adanya gangguan pada rencana operasional di sektor hulu, maka hal itu akan berpengaruh pada upaya perusahaan dalam menyalurkan sumber gas bumi ke pelanggan.
"Apabila di demand side itu juga ada terjadi peningkatan demand gitu ya, dari yang sebelumnya sudah ditargetkan ternyata jauh lebih tinggi dari apa yang dimiliki pasokan gas yang dimiliki PGN, ya pastinya akan terjadi kebutuhan yang meningkat, akan terjadi mismatch antara supply dan demand," kata Fajriyah ditemui di Jakarta, dikutip Kamis (14/8/2025).
Tantangan selanjutnya yakni ketersediaan infrastruktur. Menurut Fajriyah, perluasan jaringan gas hingga kini masih terbatas dan dalam tahap progres ke wilayah lain.
"Saat ini sudah cukup tersambung, itu adalah dari Sumatera sampai dengan Jawa, dan sebagian besar memang yang dikelola oleh PGN," katanya.
Selain itu, ia membeberkan bahwa pihaknya juga tengah mengoptimalkan fasilitas yang ada, termasuk Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Lampung. Adapun pemanfaatan FSRU milik perusahaan mulai meningkat sejak Mei tahun lalu.
Peningkatan tersebut terjadi menyusul keterbatasan pasokan gas pipa yang membuat permintaan LNG meningkat. Namun demikian, Fajriyah menyebut harga LNG lebih tinggi dibandingkan gas pipa, sehingga berdampak pada harga gas industri secara umum.
"Yaitu akhirnya memang menjadi salah satu hal yang mempengaruhi harga gas secara umum di industri gitu ya. Mungkin lebih ke arah itu yang bisa saya sampaikan," ujarnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Industri Dapat Alokasi Gas Murah, Segini Realisasinya di Lapangan
