Duh! Negara Ini Sadap Massal Warganya Pakai Teknologi China dan Barat
Jakarta, CNBC Indonesia - Amnesty International menuding Pakistan memata-matai jutaan warganya melalui sistem penyadapan telepon dan firewall internet yang mampu menyensor media sosial. Temuan ini disebut sebagai salah satu bentuk pengawasan negara paling komprehensif di luar China.
Dalam laporan yang dirilis Selasa (9/9/2025), Amnesty menyebut badan intelijen Pakistan dapat memantau sedikitnya 4 juta ponsel sekaligus lewat Lawful Interception Management System (LIMS). Di saat yang sama, firewall bernama WMS 2.0 mampu memblokir hingga 2 juta sesi internet aktif secara bersamaan.
"Pengawasan massal menciptakan efek menakutkan di masyarakat, membuat orang enggan menggunakan hak mereka, baik daring maupun luring," tulis Amnesty dalam laporannya, seperti dikutip Reuters.
Amnesty juga menyinggung peran pemasok asing, termasuk perusahaan China Geedge Networks sebagai penyedia firewall, serta teknologi dari Jerman, Prancis, Amerika Serikat, dan Kanada. Temuan tersebut didukung dokumen teknis, data perdagangan, hingga arsip kontrak lisensi.
Teknolog Amnesty, Jurre van Berge, mengatakan empat operator seluler utama Pakistan telah diperintahkan untuk terhubung ke LIMS. "Jumlah telepon yang diawasi kemungkinan jauh lebih besar," ujarnya.
Sejumlah perusahaan yang disebut dalam laporan itu membantah atau memilih bungkam. Niagara Networks asal AS menegaskan pihaknya mengikuti aturan ekspor dan tidak mengetahui penggunaan akhir produknya. Sementara Datafusion berbasis Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan hanya menjual pusat pemantauan kepada aparat penegak hukum.
Pengendalian paling ketat disebut terjadi di provinsi Balochistan yang rawan konflik, di mana pemadaman internet berlangsung bertahun-tahun dan aktivis Baloch maupun Pashtun menuding militer melakukan pelanggaran HAM serius.
"Keberadaan sistem penyadapan dan penyaringan internet publik secara bersamaan di Pakistan merupakan perkembangan yang meresahkan dari perspektif hak asasi manusia," kata Ben Wagner, Profesor Hak Asasi Manusia dan Teknologi di IT:U Austria.
Pemerintah Pakistan hingga kini belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan Amnesty tersebut.
(luc/luc)