Catatan Kritis Ekonom LPEM UI-Indef Buat Menkeu Baru RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah ekonom dari berbagai universitas memberikan catatan khusus kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto menggantikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Seusai dilantik kemarin, Senin (8/9/2025) oleh Prabowo di Istana Negara, respons pelaku pasar keuangan terhadap kepemimpinan baru di Kementerian Keuangan membuat IHSG dan pasar obligasi terkoreksi, hingga membuat para ekonom buka suara.
IHSG kemarin ditutup koreksi tajam sampai 1,28% ke posisi 7.766,84. Penurunan kencang indeks pasar saham RI ini terjadi sekitar 30 menit jelang penutupan, karena aksi jual investor. Sedangkan yield obligasi RI tenor 10 tahun naik sebanyak 2 basis poin (bps) dari 6,40% menjadi 6,42% dalam sehari.
Ekonom Universitas Paramadina dan INDEF Ariyo Irhamna menganggap koreksi yang terjadi di pasar saham dan obligasi itu wajar karena setiap susunan kabinet baru berubah, kerap terjadi aksi jual yang dipicu oleh respons awal terhadap ketidakpastian.
"Pasar membutuhkan waktu untuk menilai arah kebijakan baru. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa penurunan IHSG saat kabinet baru dilantik bukanlah indikator fundamental negatif, melainkan respon awal terhadap ketidakpastian," kata Ariyo dalam keterangan resminya, Selasa (9/9/2025).
Terlebih lagi, pasar menganggap ada perbedaan idealogis antara Purbaya dengan Sri Mulyani, yang satu terlihat akan lebih ekspansif, ketimbang pendahulunya yang lebih cenderung menerapkan disiplin fiskal kuat. Maka, ia menekankan, untuk menjaga sentimen pasar, Purbaya harus tetap menampilkan sinyal disiplin fiskal yang kuat.
"Menteri Keuangan yang baru harus benar-benar menjaga disiplin fiskal, agar APBN tidak berubah menjadi "ATM tanpa batas" yang terus dicairkan untuk semua kebutuhan tanpa prioritas. Oleh karena itu, setiap kebijakan fiskal harus diukur secara hati-hati, tepat sasaran, dan terencana, agar APBN tetap sehat sekaligus efektif mendukung pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Ia juga menekankan, yang menjadi kunci dalam menjaga instrumen fiskal yang baik saat ini adalah kecepatan dan ketepatan implementasi kebijakan, serta perbaikan komunikasi dan profesionalisme birokrasi Kemenkeu. Kementerian Keuangan diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi, responsif terhadap pasar, dan mampu mengeksekusi program fiskal dan sosial secara efisien.
Menurut Ariyo, prioritas jangka pendek Menteri Keuangan harus fokus pada pemulihan pertumbuhan ekonomi, sambil menjaga stabilitas fiskal dan sosial. Untuk mendukung pemulihan ekonomi, beberapa langkah fiskal dan kebijakan yang dapat segera diterapkan ialah meningkatkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 75-80 juta per tahun agar masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah memiliki ruang konsumsi lebih luas, diikuti dengan menurunkan tarif PPN menjadi 10%, dengan 1% ditanggung oleh pemerintah (PPN DTP), sehingga daya beli rumah tangga tetap terjaga tanpa secara drastis mengurangi penerimaan negara.
Pernyataan serupa disampaikan Ekonom yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas Syafruddin Karimi. Baginya, bila Purbaya terlalu fokus pada ambisi angka tanpa memperhatikan kredibilitas fiskal, risiko pelemahan rupiah, naiknya yield obligasi, dan keluarnya arus modal akan semakin nyata.
"Sebaliknya, bila ia mampu meyakinkan pasar bahwa target pertumbuhan tinggi dibarengi dengan reformasi struktural, efisiensi belanja, serta iklim investasi yang kondusif, ia bisa mengubah skeptisisme menjadi optimisme baru," tegas Karimi.
Kepala Departemen Ekonomi FEB UI, sekaligus peneliti senior LPEM FEB UI Vid Adrison juga menekankan, sebagai bendahara negara, Purbaya tetap harus menjaga disiplin fiskal yang kuat, untuk mengerem belanja negara yang tak terkendali hanya untuk mengejar agenda-agenda prioritas yang belum tentu dibutuhkan masyarakat luas.
Ia menganggap, peran menteri keuangan juga sangat penting untuk menjaga kredibilitas fiskal terjaga di mata para investor global. Sebab, sebagai negara dengan pasar terbuka, faktor sentimen menjadi sangat penting dijaga sambil secara bertahap mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat dan merata dirasakan semua masyarakat.
"Jangan sampai yang diterapkan adalah asal bapak senang, karena bila begitu kehati-hatian yang selama ini dijaga betul akan terancam. Disiplin fiskal harus tetap menjadi prioritas," ucapnya.
Meski begitu, Purbaya sebelumnya telah menekankan bahwa ia bukanlah orang baru dalam mengelola fiskal, meskipun jabatan terakhirnya sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS.
Ia mencontohkan, saat krisis COVID-19 periode 2020-2021, sempat mendampingi Presiden Joko Widodo atau Jokowi membantu memformulasikan kebijakan fiskal yang baik. Bukan dari anggarannya saja, tapi cara mengelola uang secara keseluruhan pada waktu itu.
"Jadi kalau Anda bilang saya nggak punya pengalaman, salah besar. 2008 saya bantu Pak SBY, saya think tank nya pak SBY. 2015 saya ke KSP (Kantor Staf Presiden), bantu Pak Jokowi, waktu itu perekonomian mau melambat, kita balikan dengan cepat," ucap Purbaya.
"Sehabis itu saya keluar, 2020-2021 mau runtuh lagi, masuk lagi ke sana. Saya selalu memberi masukan fiskal ke pemerintah. Di belakang enggak dibayar. Mungkin sekarang dibayar ya?" tegasnya.
Ia juga memastikan, timnya di Kemenkeu saat ini sudah sangat cukup kuat dan berpengalaman dalam mengelola fiskal secara sehat. Meski begitu, ia mengakui, fiskal yang sehat tak akan bermanfaat bila tak digunakan untuk menggerakkan ekonomi.
"Saya buat fiskalnya sehat, tapi kalau enggak dibelanjain juga ekonominya enggak jalan, runtuh juga nanti ekonominya. Jadi fiskalnya sehat, tapi kita pastikan nggak mengganggu sistem keuangan dan belanjanya bisa optimal. Ini kan sekarang agak lambat ya," tutur Purbaya.
(arj/haa)