Genjot Penerimaan, Purbaya Tidak Akan Kenakan Pajak Baru

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
Selasa, 09/09/2025 06:25 WIB
Foto: Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. (CNBC Indonesia/Tri Susilo

Jakarta, CNBC Indonesia-Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tidak akan mengenakan pajak baru untuk menggenjot penerimaan negara. Menurutnya, lebih baik fokus pada sistem yang ada.

"Menurut saya pribadi selama ini nggak usah," ungkap Purbaya di Istana Kepresidenan, dikutip Selasa (8/9/2025).


Purbaya juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan sekarang. Ekonomi yang baik akan berakibat positif terhadap penerimaan negara.

"Dengan sistem yang ada pun, kalau pertumbuhannya bagus, Anda misalnya anggap tax-to-GDP ratio-nya konstan, income-nya kencang juga," terangnya.

Target penerimaan negara dari sisi pajak dalam RAPBN 2026 senilai Rp 2.357,71 triliun. Nominal itu naik hingga 13,51% dibanding target pajak dalam APBN tahun ini senilai Rp 2.076,9 triliun.

Paling besar berasal dari setoran pajak penghasilan (PPh) Rp 1.209,36 triliun atau naik dari 2025 Rp 1.051,65 triliun

Lalu, yang berasal dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPN & PPnBM sebesar Rp 995,27 triliun dari sebelumnya hanya Rp 890,94 triliun.

Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB sebesar Rp 26,13 triliun, turun dari target 2025 sebesar Rp 30,08 triliun. Terakhir, dari pajak lainnya Rp 126,93 triliun dari sebelumnya Rp 104,23 triliun.

Komponen pajak lainnya mengalami peningkatan terbesar pada 2025 dan 2026, sebab, 2024 hanya senilai Rp 8,74 triliun dan 2023 hanya Rp 9,72 triliun.

Adapun langkah untuk mendorong perekonomian, kata Purbaya adalah dengan mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan mendorong swasta bisa tumbuh lebih cepat.

Hal ini yang akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8%. Ini adalah sebuah keharusan agar Indonesia bisa menjadi negara maju layaknya Jepang, Korea Selatan dan China.

Pada era Jokowi, lanjut Purbaya, ekonomi mampu tumbuh tinggi tapi tidak ditopang oleh sektor swasta sehingga hanya mampu di kisaran 5%.

"Zaman Pak Jokowi, pemerintahnya bangun investasi di mana-mana, private sectornya agak mati, kreditnya hanya tumbuh 7% rata-rata. Nah ke depan kita akan hidupkan dua-duanya. Jadi dengan itu, 6-7% nggak terlalu susah," paparnya.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Gantikan Sri Mulyani, Ini PR Besar yang Menanti Menkeu Purbaya