
PLN Minta Jadi Prioritas Energi Primer Untuk Pembangkit

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) meminta supaya bisa menjadi prioritas dalam pengadaan energi primer dalam hal ini gas, untuk pembangkit listrik miliknya.
Direktur Legal dan Manajemen Human Resource PLN Yusuf Didi Setiarto mengatakan perlu adanya prioritas alokasi sumber energi primer di Indonesia. Hal itu sejalan dengan visi Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto untuk swasembada energi dalam negeri.
"Apa harapannya? Kami tentu ingin menjadikan pemenuhan energi primer untuk ketenagalistrikan ini menjadi ranking pertama," jelas Yusuf dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI, Jakarta, dikutip Rabu (27/8/2025).
"Tadi Pak Dirut (Dirut PLN Darmawan Prasodjo) juga sudah sampaikan swasembada energi. Kita tahu resources kita ini semakin menurun dan berebut kita saat ini mana yang didahulukan, apakah pupuk, listrik, industri atau apa," jelasnya
Sementara itu, sumber energi primer untuk ketenagalistrikan tersebut juga didorong untuk bisa tertuang dalam rencana Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (RUU Gatrik).
Tidak lain, alasannya lantaran sektor kelistrikan dinilai menjadi masa depan energi di Indonesia.
"Jadi oleh karena itu, besar harapan kami ada keberpihakan secara clear di dalam Undang-Undang Ketenagalistrikan ini nantinya mengenai bagaimana posisi energi primer yang ada di Indonesia itu bisa diprioritaskan untuk ketenagalistrikan," tandasnya.
Asal tahu saja, pasokan gas untuk domestik sempat mengalami defisit. Hal itu karena adanya gangguan akibat kebakaran pipa, sebagian gas yang sebelumnya dialokasikan untuk ekspor kini dialihkan untuk pasar domestik.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan komitmennya menjadikan gas bumi sebagai prioritas utama untuk kebutuhan dalam negeri. Artinya pemenuhan gas untuk domestik akan diutamakan terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan ekspor.
"Kita sebagian yang ekspor kita tidak lakukan. Kita masukkan terus gas yang baru muncul juga. Kemudian kita supply untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terkait dengan pipa plumbing yang agak sedikit terbakar," kata Bahlil ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (22/8/2025).
Di lain sisi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan pasokan gas domestik terjaga melalui mekanisme swap gas multi pihak.
Adapun, mekanisme swap gas multi-pihak mulai dialirkan per 22 Agustus 2025. Langkah ini ditujukan untuk menjaga stabilitas pasokan gas domestik, termasuk untuk kebutuhan sektor industri dalam negeri melalui penyaluran oleh PGN.
Perjanjian swap gas multi-pihak tersebut melibatkan berbagai kontraktor hulu migas dan pembeli gas, antara lain West Natuna Supply Group (Medco E&P Natuna Ltd., Premier Oil Natuna Sea B.V., Star Energy (Kakap) Ltd.), South Sumatra Sellers (Medco E&P Grissik Ltd., PetroChina International Jabung Ltd.), PT Pertamina (Persero), PGN, Sembcorp Gas Pte Ltd., dan Gas Supply Pte Ltd. Perjanjian ini disusun melalui koordinasi erat antar semua pihak untuk memastikan kepentingan seluruh pihak tetap terjaga.
Berdasarkan perjanjian tersebut, sejumlah volume sebesar 27 BBTUD dari West Natuna Gas Supply Group akan dipasok ke PGN, yang mana pengaliran gasnya dilakukan oleh Medco E&P Grissik Ltd. dan PetroChina International Jabung Ltd. ke PGN. Implementasi berbasis skema swap ini dijalankan untuk menjaga kebutuhan domestik dengan tetap memperhatikan komitmen kontraktual lainnya.
Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan pengaliran swap gas multi-pihak ini memastikan tambahan pasokan untuk kebutuhan industri dalam negeri dapat terjaga dengan baik.
"Skema ini hanya mungkin terlaksana melalui kerja sama erat antara kontraktor hulu, pembeli gas, dan pemerintah. Dengan langkah ini, stabilitas pasokan domestik tetap terjamin, sementara kontrak lain yang sudah berjalan tetap terlaksana," kata Djoko berdasarkan keterangan tertulis, Jumat (22/8/2025).
Dia menegaskan, tambahan gas ini bukan berarti semua industri atau industri baru akan mendapat gas. Pasokan ini untuk menjaga industri eksisting tetap mendapatkan gas. Dia meminta semua harus memahami bahwa minyak dan gas bumi adalah energi tak terbarukan, yang akan habis jika tidak ada penemuan baru.
Meskipun tingkat penemuan eksplorasi di Indonesia telah meningkat dari 10:1, menjadi 10:3, namun risiko tidak ditemukan migas masih 70 persen. Apalagi, pada umumnya, temuan eksplorasi, khususnya gas, berada di remote area terutama offshore. "Biaya eksplorasi sangat mahal, dengan risiko dry hole 70 persen," katanya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mobil Pakai Hidrogen, Jangan Kaget Cuma Segini Biaya "Bensin"-nya!