RI Harus Bersiap Hadapi Jual Beli Listrik Lintas Negara di ASEAN
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) membidik peluang bisnis dalam pengembangan ASEAN Power Grid (APG), yakni jaringan listrik lintas negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Pasalnya, skema ini memungkinkan antarnegara dapat melakukan ekspor-impor listrik, sama halnya seperti praktik yang telah dilakukan di Eropa.
CEO Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) John Anis PNRE menyebut, Indonesia perlu mengantisipasi adanya APG. Mengingat, peluang pasar listrik lintas negara sangat besar, terutama dengan meningkatnya kebutuhan energi di Asia.
"Jadi kita bisa bayangkan long term bisa jadi di ASEAN ini kebutuhan listriknya meningkat dan akhirnya seperti di Eropa, jadi akan ada cross border penjualan listrik dari Indonesia ke Laos misalkan, Thailand ke Malaysia, termasuk Filipina, itu kan ASEAN Power Grid," jelas John dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Kamis (21/8/2025).
Di sisi lain, John menekankan bahwa listrik tidak akan pernah berlebih, lantaran pada akhirnya akan terserap oleh pasar. Dengan kebutuhan listrik regional yang terus meningkat, PNRE optimistis berapapun kapasitas yang dikembangkan di Indonesia akan memiliki pasar.
"Sekarang kita punya reserve besar, 1-2 tahun akan kurang. Pengembangan listrik itu minimal 2-3 tahun, kalau gak cepat kita akan ketinggalan. Dan saya yakin berapapun yang akan kita produksikan akan terserap. Jadi lebih baik kita selalu lebih karena itu bisa jadi kalau ada potensi ekspor ke luar ya, kita ekspor Data Center misalkan itu harus dikasih berapa pun kurang," ujarnya.
Rencana Pembangkit RI & Potensi Ekspor
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) untuk periode 2025-2034.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membeberkan dari total penambahan kapasitas pembangkit listrik dari RUPTL tersebut yakni sebesar 69,5 Gigawatt (GW), 42,6 GW atau 61% akan berasal dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT).
Kemudian 15% akan berasal dari kapasitas sistem penyimpanan energi mencakup PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6,0 GW.
"Ini jadi ngomongnya harus pakai data ini datanya, 70% lebih kita dorong untuk percampuran energi kita EBT dan storage," kata Bahlil dalam Konferensi Pers di Gedung Kementerian ESDM, Senin (26/5/2025).
Lantas apakah dengan adanya RUPTL baru ini, RI akan melakukan ekspor listrik ke negara tetangga?
Merespons hal tersebut, Bahlil mengatakan bahwa ekspor listrik ke negara tetangga dimungkinkan namun harus mempertimbangkan kepentingan nasional.
Menurut dia, hubungan antar negara harus dibangun atas dasar saling menguntungkan, bukan sekadar mengakomodasi keinginan pihak lain.
"Ekspor listrik memungkinkan atau tidak, jadi gini saya katakan dari dulu dalam menjaga nasional kita dan menjalin hubungan dengan negara tetangga sudah sepantasnya kita saling bantu. Itu adalah kita bantu dia, dia bantu kita. Itu teorinya," kata Bahlil.
Ia lantas membeberkan bahwa tim Kementerian ESDM tengah melakukan negosiasi terkait berbagai aspek ekspor listrik, termasuk perjanjian timbal balik yang akan diberikan oleh negara tujuan ekspor kepada Indonesia.
(wia)