Belanja Perpajakan Prabowo Rp 563 T di 2026, Ini Daftar Penikmatnya!

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
19 August 2025 07:55
Presiden Prabowo Subianto memimpin upacara peringatan penurunan bendera pusaka merah putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (17/8/2025). (Tangkapan Layar Youtube/Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Prabowo Subianto memimpin upacara peringatan penurunan bendera pusaka merah putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (17/8/2025). (Tangkapan Layar Youtube/Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Presiden Prabowo menerapkan kebijakan belanja perpajakan pada 2026 meski tidak jor-joran sebagaimana periode lima tahun ke belakang. Sebagai catatan, belanja perpajakan adalah insentif atau fasilitas perpajakan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat.

Namun, di sisi pemerintah, belanja perpajakan adalah penerimaan yang hilang atau berkurang akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari sistem pemajakan secara umum (benchmark tax system).

Pada 2026, target belanja perpajakan dirancang sebesar Rp 563,6 triliun atau hanya tumbuh 6,3% dibanding rencana belanja perpajakan pada 2025 yang sebesar Rp 530,3 triliun.

Pertumbuhan nominal belanja perpajakan 2026 menjadi yang terendah dibanding lima tahun sebelumnya karena pada 2021 tumbuh 25,7% menjadi Rp 293 triliun, 2022 12,1% menjadi Rp 328,5 triliun, 2023 9,6% menjadi Rp 360 triliun, 2024 11,1% menjadi Rp 400,1 triliun, dan 32,5% menjadi Rp 530,3 triliun pada 2025.

"Nilai belanja perpajakan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi," dikutip dari dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, Selasa (19/8/2025).

Nilai belanja perpajakan terbesar ada 2026 masih dipegang jenis pajak PPN dan PPnBM sebesar Rp 371,9 triliun. Diikuti pajak penghasilan atau PPh Rp 160,1 triliun, bea masuk dan cukai Rp 31,1 triliun, PBB P5L Rp 100 miliar, dan Bea Meterai Rp 400 miliar.

Pada 2024 silam, belanja perpajakan jenis PPN dikeluarkan pemerintah dalam bentuk PPN tidak dikenakan atas barang kebutuhan pokok dan hasil perikanan maupun lautan.

Adapula dalam bentuk PPN tidak wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pengusaha kecil dengan omzet tidak lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun.

Sementara itu, untuk belanja perpajakan dalam bentuk PPh di antaranya dalam bentuk pemberian fasilitas PPh final untuk UMKM dan pembebasan PPh atas dividen yang diterima wajib pajak dalam negeri.

Belanja perpajakan dalam bentuk PPh juga diberikan dengan penyediaan berbagai fasilitas antara lain tax holiday, tax allowance, dan penurunan tarif PPh bagi perseroan terbuka.

Pemerintah juga mengkategorikan belanja perpajakan berdasarkan sektor perekonomian. Pada 2024, terbesar masih paling banyak dimanfaatkan oleh sektor industri pengolahan senilai Rp 98,88 triliun atau 24,7% dari total belanja perpajakan tahun itu.

Tingginya pemanfaatan di sektor industri pengolahan sebagian besar dimanfaatkan oleh industri untuk pengusaha dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar, pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas serta pembebasan Bea Masuk untuk barang modal.

Selanjutnya sektor terbesar kedua yang memanfaatkan insentif Belanja Perpajakan adalah sektor Lainnya yaitu sebesar 12,5% dari total yang sebagian besar berisi pembebasan PPh atas dividen yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri.

Sektor yang memanfaatkan Belanja Perpajakan terbesar selanjutnya adalah sektor pertanian, kehutanan dan perkebunan serta jasa keuangan dan asuransi yaitu masing-masing sebesar 12,3% dan 11,4% dari total Belanja Perpajakan.

Untuk 2026 sektor perekonmian yang pemerintah alokasikan untuk menerima manfaat belanja perpajakan sebagai berikut:

  • Industri Pengolahan - Rp 141,7 triliun

  • Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan - Rp 63,8 triliun

  • Perdagangan - Rp 59,3 triliun

  • Lainnya - Rp 58,4 triliun

  • Jasa Keuangan dan Asuransi - Rp 54,4 triliun

  • Transportasi dan Pergudangan - Rp 43,6 triliun

  • Jasa Pendidikan - Rp 27,2 triliun

  • Konstruksi - Rp 23,7 triliun

  • Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib - Rp 23,4 triliun

  • Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial - Rp 16,7 triliun

  • Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas - Rp 16,0 triliun

  • Real Estat - Rp 10,0 triliun

  • Jasa Perusahaan - Rp 9,3 triliun

  • Informasi dan Komunikasi - Rp 4,7 triliun

  • Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum - Rp 3,5 triliun

  • Pertambangan dan Penggalian - Rp 3,2 triliun

  • Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Limbah - Rp 2,8 triliun

  • Multi sektor - Rp 2,0 triliun


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lengkap! Ini Hitungan Besaran & Syarat Insentif PBB di Jakarta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular