Internasional

Rusia Tinggal "Sejengkal" Luncurkan Senjata Nuklir, NATO Siap Melawan?

Thea Arbar & Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Minggu, 17/08/2025 16:00 WIB
Foto: Pengunjung melihat model bom udara termonuklir Soviet AN-602 yang juga dikenal sebagai Bom Tsar, senjata nuklir terkuat yang pernah dibuat dan diuji, saat mereka mengunjungi paviliun Atom, pusat pameran permanen yang dirancang untuk menunjukkan pencapaian utama Rusia di masa lalu dan masa kini dalam industri tenaga nuklir, di Pusat Pameran Seluruh Rusia (VDNH) di Moskow pada tanggal 4 November 2023. (AFP/TATYANA MAKEYEVA)

Jakarta, CNBC Indonesia - Royal United Services Institute (RUSI), lembaga kajian pertahanan asal Inggris menilai Rusia memiliki dorongan kuat untuk meningkatkan penggunaan senjata nuklir berkekuatan besar. Hal tersebut menyusul penguatan pertahanan udara dan persenjataan rudal oleh negara-negara Barat.

Berdasarkan laporannya, RUSI menilai strategi nuklir Rusia kini berada di titik kritis. Moskow diyakini melihat kemampuan Washington dan sekutu NATO dalam melumpuhkan serangan nuklir Rusia semakin meningkat, terutama melalui penguatan sistem pertahanan udara dan persenjataan rudal jarak menengah.

Kondisi tersebut menciptakan dorongan bagi Kremlin untuk menggunakan senjata nuklir dalam skala lebih besar daripada konsep "serangan terukur" yang sebelumnya menjadi bagian strategi mereka.


Presiden Rusia Vladimir Putin telah menempatkan pasukan penangkal nuklir dalam siaga tinggi sejak invasi ke Ukraina pada awal 2022. Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov bahkan pernah menyebut risiko konflik nuklir kini "sangat besar".

Bulan ini, pejabat Rusia menyatakan tidak lagi terikat pada pembatasan rudal nuklir maupun konvensional jarak pendek-menengah. Putin juga mengumumkan rencana mengirim rudal balistik jarak menengah Oreshnik ke Belarus pada akhir 2025, usai uji coba ke Ukraina pada November 2024.

AS dan Rusia menguasai sekitar 90% persenjataan nuklir dunia. Berdasarkan perkiraan Barat, Rusia memiliki 1.000-2.000 hulu ledak nuklir taktis, sementara AS hanya sekitar 200, dengan separuhnya ditempatkan di Eropa.

Senjata strategis seperti rudal balistik antarbenua, rudal dari kapal selam, dan pesawat pengebom masih dibatasi oleh perjanjian New START yang akan berakhir pada 2026. Namun, perjanjian penting lain seperti INF (Intermediate-Range Nuclear Forces Treaty) telah berakhir sejak 2019, setelah AS keluar dan menuduh Rusia melanggar kesepakatan.

Sejak itu, kedua negara sama-sama mengembangkan dan menempatkan kembali rudal jarak menengah. AS bahkan telah mengerahkan sistem Mid-Range Capability ke Filipina utara.

"Banyak ide paling berbahaya dari Perang Dingin sedang dibangkitkan kembali: senjata berdaya ledak rendah untuk perang nuklir terbatas, rudal raksasa yang bisa menghancurkan beberapa target sekaligus, hingga pengerahan kembali rudal yang dulu sudah dilarang," tulis Jon Wolfsthal, Hans Kristensen, dan Matt Korda dari Federasi Ilmuwan Amerika dalam opini di Washington Post, Juni lalu.

 


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: NATO Ancam Rebut Kaliningrad, Rusia Balas Ancam Nuklir