Internasional

Israel Tantang Dunia, Hidupkan Kembali Proyek "Mengubur" Palestina

luc, CNBC Indonesia
Jumat, 15/08/2025 07:06 WIB
Foto: Kendaraan militer Israel bermanuver di jalan saat penggerebekan di Tubas di Tepi Barat yang diduduki Israel 28 November 2023. (REUTERS/RANEEN SAWAFTA)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Israel memicu gelombang kecaman internasional setelah Menteri Keuangan sayap kanan, Bezalel Smotrich, mengumumkan dimulainya kembali proyek permukiman kontroversial di area E1, yang akan memisahkan Tepi Barat dari Yerusalem Timur. Langkah ini, yang sempat tertunda bertahun-tahun, dinilai akan menghancurkan peluang terbentuknya negara Palestina merdeka.

Smotrich, yang juga seorang pemukim, menyampaikan pengumuman itu pada Kamis di lokasi rencana pembangunan permukiman di Maale Adumim. Ia mengeklaim proyek tersebut telah disepakati bersama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, meskipun belum ada konfirmasi langsung dari keduanya.

"Siapapun di dunia yang mencoba mengakui negara Palestina hari ini akan mendapatkan jawaban kami di lapangan. Bukan dengan dokumen atau pernyataan, tetapi dengan fakta - fakta rumah, fakta lingkungan," kata Smotrich, dilansir Reuters.


Kantor Smotrich menyebut rencana ini sebagai upaya "mengubur ide negara Palestina", dengan membangun 3.401 unit rumah bagi pemukim Israel di antara permukiman yang sudah ada di Tepi Barat dan Yerusalem. Menurut Smotrich, proyek tersebut akan efektif dimulai pada Rabu depan.

Pemerintah Palestina, sekutu internasional, serta kelompok advokasi mengecam langkah ini. Juru bicara Presiden Palestina, Nabil Abu Rudeineh, mendesak Amerika Serikat menekan Israel agar menghentikan pembangunan permukiman.

PBB melalui juru bicara Stephane Dujarric menyerukan pembatalan rencana itu. "Ini akan mengakhiri prospek solusi dua negara. Permukiman bertentangan dengan hukum internasional dan semakin mengakar pendudukan," ujarnya.

Uni Eropa pun menegaskan penolakannya. "Uni Eropa menolak segala perubahan wilayah yang tidak melalui kesepakatan politik antara pihak terkait. Aneksasi wilayah adalah ilegal menurut hukum internasional," tegas juru bicara Komisi Eropa, Anitta Hipper.

Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyebut rencana ini "harus dihentikan". "Inggris sangat menentang rencana permukiman E1 yang akan membelah masa depan negara Palestina dan menjadi pelanggaran terang-terangan hukum internasional," ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Adapun pembangunan di E1 sudah dibekukan sejak 2012 dan kembali ditunda pada 2020 menyusul keberatan dari AS, negara-negara Eropa, dan kekuatan global lainnya yang menilai proyek ini mengancam kesepakatan damai di masa depan.

Namun, konflik Gaza yang pecah sejak serangan Hamas pada 2023 memperburuk situasi, dengan lonjakan pembangunan permukiman di Tepi Barat. Banyak pihak khawatir langkah ini akan semakin mengisolasi Israel, terlebih setelah sejumlah sekutu Barat mengkritik operasi militer di Gaza dan mempertimbangkan pengakuan negara Palestina.

Kelompok hak asasi Israel, Breaking the Silence, menyebut langkah ini sebagai "perampasan tanah" yang akan memperparah fragmentasi wilayah Palestina dan memperdalam praktik apartheid.

Organisasi Peace Now yang memantau permukiman mengatakan, meski ada beberapa prosedur yang harus diselesaikan, pekerjaan infrastruktur bisa dimulai dalam beberapa bulan, dan pembangunan rumah sekitar satu tahun.

"Rencana E1 mematikan bagi masa depan Israel dan bagi peluang tercapainya solusi damai dua negara. Kita berada di tepi jurang, dan pemerintah mendorong kita maju dengan kecepatan penuh," tegas mereka.

Sekitar 700.000 pemukim Israel kini tinggal di antara 2,7 juta warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Israel mencaplok Yerusalem Timur pada 1980, namun langkah itu tidak diakui mayoritas negara.

Adapun Tepi Barat dianggap "wilayah sengketa" oleh Israel, bukan "wilayah pendudukan" seperti pandangan komunitas internasional.

 


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Israel Ekspansi Pemukiman Ilegal di Tepi Barat