Belanja Kesehatan Capai Rp 614,5T, Pengeluaran Pribadi Paling Besar

Fergi Nadira, CNBC Indonesia
13 August 2025 11:24
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan paparan dalam acara Health Summit di 25hours Hotel The Oddbird, Jakarta, Rabu (13/8/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan paparan dalam acara Health Summit di 25hours Hotel The Oddbird, Jakarta, Rabu (13/8/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kesehatan mencatat belanja kesehatan di Indonesia mencapai Rp 614,5 triliun pada 2023, tumbuh 8,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut belanja kesehatan pribadi dan BPJS Kesehatan tercatat mendominasi.

Untuk skema pembayaran pribadi atau Right to Out of Pocket mendominasi 28% atau sekitar Rp 175,5 triliun. Kemudian yang kedua terbesar adalah BPJS Kesehatan dengan belanja kesehatan sebesar Rp 166,4 triliun.

"Paling besar itu out of pocket expenses. Jadi tetap orang-orang bayar sendiri itu lebih besar. BPJS Kesehatan sekitar Rp 166 triliun atau 27,1%. Asuransi swasta Rp 30 triliun, jadi semua totalnya Rp 614,5 triliun," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam CNBC Indonesia Health Summit 2025, Rabu (13/8/2025).

Sementara itu komponen belanja kesehatan lain terdiri dari skema Pemda 23,7% sebesar Rp 145,4 triliun, korporasi sebesar 7,9% atau 48,3 triliun, Kementerian/Lembaga lain 1,7% senilai Rp 10,6 triliun, Kemenkes 4,9% senilai Rp 30,1 triliyn, dan LSM 1,2% senilai Rp 7,4 triliun.

"Nah itu tumbuhnya 11-13% setiap tahunnya," ujar Budi.

Dia menegaskan potensi industri kesehatan di Indonesia sangat besar. Sayangnya, belanja kesehatan per kapita Indonesia masih di angka US$ 140 per kapita, kalah dari Malaysia yang mencapai US$ 432 per kapita.

Menurutnya, jika Indonesia bisa mencapai belanja kesehatan yang sama dengan Malaysia, maka potensi sektor ini sangat besar dalam 5-10 tahun mendatang.

"Kalau belanjanya sekitar US$ 432 per kapita, dikalikan 280 juta populasi, maka bisa mencapai US$ 84 miliar. Jadi ada sebesar itu potensi pendapatan," kata dia.

Secara historis, industri kesehatan tumbuh 9-11% setiap tahunnya, namun tidak tercermin pada GDP. Budi menegaskan, hal ini disebabkan oleh besarnya impor di sektor kesehatan.

"Kalau vaksin misalnya masih diimpor dari luar, makanya GDP growthnya tidak terjadi di Indonesia. Maka ini jadi tugas kita, 9-11% pertumbuhan itu tidak tercermin di GDP," tegas Budi.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Digitalisasi Jadi Solusi Kesenjangan Layanan Kesehatan RI

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular