Tambang Ilegal Bikin Resah, Penegakan Hukum Darurat Dilakukan!
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian ESDM terus berupaya melakukan perbaikan tata kelola di sektor pertambangan. Hal ini dilakukan seiring dengan maraknya praktik pertambangan tanpa izin alias (PETI) yang masih menjamur.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum) Rilke Jeffri Huwae menegaskan bahwa upaya perbaikan tata kelola cukup penting dilakukan melalui optimalisasi penegakan hukum.
"Perbaiki tata kelola Lewat optimalisasi penegakan hukum jadi kita mengupayakan langkah-langkah yang sifatnya preventif ya karena yang paling utama itu kan penyelamatan cadangan negara," kata Rilke di Kementerian ESDM, dikutip Rabu (13/8/2025).
Menurut dia, pihaknya sendiri telah memetakan potensi pertambangan ilegal di sektor batu bara, nikel, hingga mineral lainnya. Sementara, tahapan penyiapan data, personel, dan penganggaran ditargetkan optimal pada September 2025.
"Sudah-sudah kita petakan. Nah mungkin nanti September kita sudah optimal sih penyiapan data, personil, penganggaran semua kita sudah siap," tambahnya.
Sebelumnya, Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) menilai bahwa praktik pertambang ilegal seharusnya sudah lama diberantas. Hal tersebut menyusul pemberitaan baru-baru ini mengenai maraknya tambang ilegal di Indonesia.
Bahkan, praktik tambang batu bara ilegal belum lama ini juga ditemukan di kawasan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Tepatnya, di wilayah Taman Hutan Raya (Tahura) Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan area pembangunan IKN.
Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya praktik penambangan tanpa izin (PETI) yang justru mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) demi keuntungan oknum, bukan untuk kesejahteraan rakyat.
"Sangat menyakitkan, sumber daya alam yang semestinya dikelola untuk kesejahteraan rakyat, ironisnya dimainkan sebatas untuk kepentingan oknum. Bagi saya di kawasan IKN maupun di luar IKN pada dasarnya sama saja," kata Singgih kepada CNBC Indonesia, Selasa (29/7/2025).
Menurut Singgih, harus diakui bahwa kegiatan pertambangan dan lingkungan hidup sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga kegiatannya sangat rentan terhadap potensi kerusakan lingkungan.
"Yang dipikirkan sebatas bagaimana keuntungan secepat mungkin dapat segera diperoleh. Yang lebih memprihatinkan dan bahkan menyakitkan, justru tambang ilegal sampai ditemukan di kawasan IKN, yang semestinya jauh mendapatkan pengawasan," tambahnya.
Ia lantas menyoroti bahwa persoalan utama bukan soal lokasi, melainkan potensi dan kondisi tambang itu sendiri. Apalagi, potensi sumber daya mineral seperti batubara, emas, dan lainnya, sangat jelas sebarannya secara geologis.
Bahkan wilayah IUP (izin usaha pertambangan) pun sudah dimiliki Kementerian ESDM. Sehingga potensi keberadaan tambang ilegal seharusnya sudah dapat diketahui.
Namun demikian, Singgih menilai tidak adil jika hanya Kementerian ESDM yang disalahkan atas maraknya tambang ilegal. Sebab, dalam UU Minerba, penambangan tanpa izin sudah jelas merupakan tindak pidana, dengan sanksi administratif dan pidana yang melekat.
"Sehingga sangat jelas, yang terjadi adalah lemahnya sisi pengawasan. Dan tidak fair kalau kita sebatas menyalahkan ESDM sebagai pihak yang paling utama harus menjadi sumber daya minerba. Mengingat berdasarkan hukum positif, sangat jelas penambangan ilegal sebagai tindak pidana yang jelas dilarang UU Minerba," katanya.
(pgr/pgr)