Pajak Cuma Berburu di Kebun Binatang, Begini Penjelasannya

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
12 August 2025 17:05
Format Baru Pajak Karyawan Bakal Berlaku di 2024
Foto: Infografis/ Format Baru Pajak Karyawan Bakal Berlaku di 2024/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dihadapkan pada persoalan rendahnya kepatuhan dan penerimaan pajak. Dianalogikan pajak berburu di kebun binatang atau hanya cenderung mengejar pembayar yang sama.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Kebijakan Fiskal Center of Economic And Law Studies (CELIOS) Media Wahyudi saat diskusi yang juga dihadiri oleh Kementerian Keuangan dan Greenpeace pada Selasa (12/8/2025)

"Analogi yang berusaha kami sampaikan untuk menggambarkan bagaimana kebijakan pajak di Indonesia itu semakin hari semakin menyasar kepada orang-orang kelas pekerja yang rasanya ada di dalam kandang di kebun binatang, sementara kelompok lain, orang-orang super kaya dan korporasi besar, itu justru dibiarkan bebas berkeliaran di hutan," ujarnya.

Dia mengatakan bahwa pesan yang disampaikan dalam hasil penelitian tersebut tidak bersifat destruktif, melainkan konstruktif.

"Bahwa apa yang kami sampaikan, meskipun judulnya sedikit bombastis, tapi ini bukan usulan yang destruktif. Apa yang kami tulis adalah usulan-usulan yang saya kira mudah-mudahan konstruktif dan bisa dibaca, diperdebatkan, dan dikritisi oleh banyak orang," ucapnya dalam forum tersebut.

Media Wahyudi menjelaskan bahwa penelitian ini berangkat dari kondisi Indonesia yang mengalami ketimpangan ekonomi yang "sulit dikuantifikasi secara matematika." Salah satu tantangan yang diungkapkan oleh Media adalah terjadinya kemiskinan di Indonesia.

"Kalau kita ambil rata-rata atau median dari gaji buruh itu di angka Rp2,5 juta, sedangkan rata-rata garis kemiskinan keluarga itu Rp2,8, artinya kalau satu keluarga itu hanya bergantung dari satu pendapatan sebagai seorang buruh, maka setengah juta dari buruh Indonesia itu miskin," ucapnya.

Media juga menyoroti bagaimana perlakuan pajak tidak merata terhadap orang yang super kaya dengan yang miskin. Pasalnya ada ketimpangan proporsi pengeluaran antara si kaya dan si miskin. Di satu sisi, nilai pajak yang diberlakukan kepada si kaya dan si miskin relatif sama bahkan ada insentif kepada orang kaya. Sehingga pajak lebih berat bagi si miskin dan bermuara pada penurunan daya beli.

"Coba bayangkan Raffi Ahmad, Deddy Corbuzier, mereka punya uang triliunan rupiah, mereka nggak mungkin spending satu miliar per hari. Apa artinya mereka hanya bisa spending sedikit uang secara persentase dari total pendapatan mereka. Sehingga apa yang terjadi permintaan justru mengalami penurunan. Ketika kontribusi atau konsentrasi dari pendapatan itu hanya terfokus pada orang kaya." katanya.

"Berbeda dengan masyarakat miskin. Masyarakat miskin itu menghabiskan bahkan 120 persen dari pendapatannya untuk spending. 20 persennya datang dari hutang bahkan. Nah ketika konsentrasi itu banyak terfokus pada orang kaya, distribusi pendapatannya, karena sistem pajak yang tidak berkeadilan, kemudian kita mendorong adanya penurunan permintaan," sambungnya.


(ras/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jelang Akhir Bulan Pelapor SPT Tahunan Tembus 9,67 Juta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular