
Industri Keluhkan Harga Biodiesel Mahal, Tembus Rp24.000/Liter

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan adanya keluhan dari pelaku industri, perihal harga biodiesel dengan konsentrasi 40% (B40) untuk jenis non subsidi (non public service obligation/PSO). Harga B40 yang berlaku bahkan bisa mencapai Rp 24.000 per liter.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi. Ia mengungkapkan harga B40 non-PSO yang berlaku untuk industri di Indonesia bisa berbeda hingga Rp 12.000.
"Nah kemarin kan ada keluhan dari beberapa perusahaan industri yang memang non-PSO, itu kan harganya sedikit lebih tinggi, mahal. Ada yang beli sampai Rp 24.000 (per liter), tapi ada yang beli juga Rp12.000 (per liter), bayangkan Rp12.000 (perbedaan harganya)," kata Eniya ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (12/8/2025).
Asal tahu saja, harga indeks pasar (HIP) BBN Biodiesel periode Agustus 2025 sebesar Rp 13.527/liter ditambah Ongkos Angkut yang berlaku efektif pada tanggal 1 Agustus 2025.
Pihaknya, lanjut Eniya, akan melakukan diskusi lebih lanjut perihal harga B40 non-PSO untuk industri. "Nah ini harganya akan digimanakan, itu baru didiskusikan," tambahnya.
Sebagaimana diketahui, industri yang termasuk kategori Non-PSO pengguna B40 adalah sektor-sektor yang menggunakan bahan bakar minyak jenis minyak solar yang dikategorikan sebagai "bahan bakar minyak umum" dan tidak mendapatkan subsidi pemerintah, dengan penetapan dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Keputusan Menteri.
Dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 345.K/EK.01/MEM.E/2024 Tahun 2024, telah menetapkan alokasi volume biodiesel untuk pencampuran dengan minyak solar jenis bahan bakar minyak umum/non-PSO, yang diperuntukkan bagi badan usaha dan sektor industri yang tidak termasuk dalam kategori PSO.
Dalam aturan tersebut, industri Non-PSO pengguna B40 umumnya meliputi:
- Industri manufaktur, seperti pabrik tekstil, semen, pupuk, makanan dan minuman, dan industri pengolahan lainnya yang menggunakan solar sebagai bahan bakar operasional.
- Industri pertambangan, seperti tambang batu bara, mineral, dan migas yang menggunakan solar untuk alat berat dan kendaraan operasional.
- Industri perkebunan dan kehutanan, seperti perkebunan kelapa sawit, karet, dan kehutanan yang menggunakan solar untuk alat berat dan transportasi internal.
- Sektor komersial lainnya, seperti hotel, rumah sakit, pusat perbelanjaan, dan fasilitas komersial yang menggunakan genset berbahan bakar solar.
- Transportasi logistik dan angkutan barang non-subsidi
- Sektor konstruksi, seperti proyek infrastruktur yang menggunakan alat berat berbahan bakar solar.
- Sektor perikanan non-subsidi dan pelayaran komersial non-PSO.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kapasitas Pabrik Biodiesel Untuk Target B50 Terbatas, Harus Bagaimana?