
Bencana Intai RI! BMKG Peringatkan Petani, Turis-Maskapai Penerbangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini potensi gangguan akibat hujan ekstrem. Diprediksi, hujan ekstrem berpotensi melanda wilayah-wilayah Indonesia.
Peringatan ditujukan kepada petani, maskapai penerbangan, pelaku perjalanan darat, dan wisatawan di sejumlah lokasi.
BMKG memperingatkan potensi bencana hidrometeorologi dalam sepekan ke depan, sejak 11 Agustus 2025. Peringatan itu dikeluarkan menyusul hasil pantauan BMKG yang mencatat peningkatan curah hujan signifikan di berbagai wilayah Indonesia sejak awal Agustus 2025.
Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengungkapkan, berdasarkan analisis BMKG, potensi hujan sedang hingga lebat disertai kilat/petir dan angin kencang dapat terjadi di sebagian besar wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua pada periode tanggal 11-13 Agustus 2025.
Diperkirakan, intensitas hujan berpotensi menurun pada periode tanggal 14-16 Agustus 2025.
Petani, Turis, Nelayan, Personel Penerbangan Wajib Waspada
Namun, sambung Andri, wilayah Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Papua Pegunungan tetap berpotensi mengalami hujan lebat. Selain itu, angin kencang berpeluang terjadi di Aceh, Banten, Jawa Barat, Bali, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan, yang dapat memicu gelombang laut tinggi di sekitarnya.
"Peningkatan signifikansi curah hujan tersebut dapat mengganggu aktivitas panen dan tanam pada sektor pertanian di sebagian wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatra Selatan, sehingga petani diimbau untuk menghindari penanaman di lahan rendah yang rawan genangan dan memperkuat saluran irigasi dan drainase. Di sisi lain, sebagian wilayah NTB dan NTT yang relatif lebih kering, cocok untuk pengeringan hasil panen.
"Peningkatan curah hujan juga diprakirakan berdampak pada sejumlah aktivitas pariwisata, seperti destinasi pegunungan dan air terjun, sehingga pengunjung diharapkan waspada terhadap hujan lebat dan kabut tebal," kata Andri dalam keterangan di situs resmi, dikutip Selasa (12/8/2025).
"Sedangkan untuk masyarakat yang berwisata ke Pantai selatan Jawa dan Bali perlu berhati-hati terhadap gelombang tinggi dan angin kencang yang bisa membahayakan wisatawan. Aktivitas laut seperti snorkeling dan surfing sebaiknya ditunda," tambahnya.
Tak hanya itu, dia juga mengimbau masyarakat yang bepergian lewat jalur darat, mewaspadai risiko jalan licin dan longsor, khususnya di wilayah pegunungan dengan curah hujan tinggi.
Peningkatan tinggi gelombang juga berpotensi memberikan dampak di beberapa wilayah perairan, khususnya di Samudra Hindia Barat Sumatra, Perairan Selatan Jawa dan Bali, Perairan Selatan Lombok hingga Pulau Sumba.
"Nelayan dan operator kapal diimbau memantau peringatan BMKG untuk meningkatkan kewaspadaan di laut," ujarnya.
"Turbulensi dan gangguan penerbangan akibat awan Cumulonimbus dan awan konvektif lain juga berpotensi terjadi di wilayah Sumatra, Banten, Jawa Barat, Selat Karimata, Laut Natuna, Kalimantan, Selat Makassar, dan Papua, sehingga maskapai perlu memperhatikan informasi SIGMET dan NOTAM," tegas Andri.
Penyebab Hujan Ekstrem di Indonesia
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, menjelaskan, hujan dengan intensitas ekstrem telah melanda sejumlah provinsi.
Tercatat, Bengkulu mengalami 160,8 mm/hari pada 1 Agustus 2025, Maluku 203,5 mm/hari pada 3 Agustus, Sumatra Barat 176,5 mm/hari pada 8 Agustus, dan Jawa Barat 254,7 mm/hari pada 9 Agustus.
"Hujan sangat lebat juga terjadi di Kalimantan Barat, Papua Tengah, Jakarta, Banten, Jambi, Kepulauan Riau, Papua Barat Daya, dan Sulawesi Tenggara. Kondisi ini selaras dengan prakiraan BMKG tentang meningkatnya curah hujan di awal bulan," ucapnya.
"Peningkatan curah hujan ini dipicu oleh kombinasi fenomena atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang atmosfer, pengaruh tidak langsung bibit siklon tropis 90S dan 96W, sirkulasi siklonik, serta perlambatan dan pertemuan angin di sekitar Indonesia," terang Guswanto.
Andri menambahkan, Indeks Dipole Mode yang saat ini bernilai negatif juga berperan, menandakan adanya aliran massa udara dari Samudra Hindia menuju Indonesia.
"Gabungan faktor dinamika atmosfer tersebut mendorong pertumbuhan awan hujan masif yang berpotensi memicu hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang," kata Andri.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BMKG: Hati-Hati Hujan Deras & Petir Tiba-Tiba, Kondisi Atmosfer Labil
