Internasional

Perang Harga Mobil Listrik Ancam Negara, Xi Jinping Teriak 'Bencana'!

luc, CNBC Indonesia
05 August 2025 14:32
A car model wears a mask to protect from coronavirus, during the Auto China 2020 show in Beijing on Saturday, Sept. 26, 2020. Ford, Nissan and BMW unveiled electric models with more range for China on Saturday as the Beijing auto show opened under anti-virus controls that included holding news conferences by international video link. (AP Photo/Ng Han Guan)
Foto: AP/Ng Han Guan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China makin keras mengingatkan industri kendaraan listrik (EV) untuk menghentikan perang harga dan menahan laju produksi yang berlebihan, di tengah kekhawatiran bahwa tekanan deflasi yang terus berlanjut dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Permintaan itu datang di tengah persaingan superketat di pasar domestik, yang memaksa produsen EV memangkas harga hingga di bawah biaya produksi demi mempertahankan pangsa pasar.

Pemerintah pusat menilai kondisi ini sebagai bentuk dari "involusi", istilah yang digunakan untuk menggambarkan usaha dan investasi yang terus meningkat namun dengan hasil yang kian menipis.

Presiden Xi Jinping secara terbuka mengkritik tren ini dalam beberapa kesempatan. Dalam pidato blak-blakan awal Juli, Xi menegur pemerintah daerah yang disebutnya "secara membabi buta" menginvestasikan dana di sektor-sektor strategis seperti kecerdasan buatan (AI), komputasi, dan kendaraan energi baru (NEV), termasuk mobil listrik.

Dalam pidato lain pada 23 Juli, Xi menegaskan pentingnya memutus siklus involusi yang telah mencengkeram sebagian sektor dalam perekonomian China, yang saat ini menjadi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Beberapa produsen besar mobil listrik, termasuk BYD yang kerap disebut sebagai pesaing utama Tesla asal China, dipanggil ke pertemuan dengan regulator bulan lalu untuk mendapat peringatan soal risiko kelebihan kapasitas produksi.

"Hampir semua lembaga pemerintah di seluruh China bergerak cepat setelah pernyataan terbaru Presiden Xi, dan berjanji akan menerapkan kebijakan pengurangan sisi pasokan," tulis firma riset independen Hutong Research yang berbasis di Beijing dan Shanghai dalam laporan terbarunya, dikutip dari The Guardian, Selasa (5/8/2025).

"Perkembangan ini menunjukkan tingginya perhatian politik terhadap persoalan kelebihan kapasitas, serta luasnya permasalahan di berbagai sektor ekonomi China," tambah laporan itu.

Salah satu pendorong perang harga ini adalah perilaku konsumen China yang makin enggan mengeluarkan uang di tengah ketidakpastian ekonomi. Akibatnya, banyak perusahaan di berbagai sektor terpaksa menjual produk dengan harga sangat rendah, bahkan merugi, demi mempertahankan pangsa pasar.

Contohnya, BYD beberapa kali memangkas harga model kendaraan murahnya, Seagull. Terbaru, mobil tersebut ditawarkan dengan harga 55.800 yuan (sekitar Rp127 juta), hampir 20% lebih murah dari harga eceran resmi. Pada Maret lalu, BYD juga memangkas harga seluruh lini Seagull sebesar 3.000 yuan.

Kompetitornya, Great Wall Motors, merilis versi baru mobil Ora 3 pada Juni lalu dengan harga sekitar 20% lebih rendah dibanding harga peluncuran September 2024.

Sementara itu, CEO XPeng Motors, He Xiaopeng, telah memperingatkan potensi krisis persaingan di sektor ini. Dalam pengarahan internal kepada karyawan pada Januari, ia mengatakan bahwa "pasar akan menghadapi persaingan yang jauh lebih keras pada tahun 2025" dan bahwa sebagian produsen otomotif mungkin tidak akan mampu bertahan menghadapi perang harga yang makin sengit.

Adapun pekan lalu, Politbiro Partai Komunis China menggelar pertemuan untuk membahas proyeksi ekonomi tahun depan. Meski tidak menyebut langsung kampanye anti-involusi, para pemimpin menyatakan perlunya "mengatur persaingan yang tidak sehat" dalam sistem ekonomi nasional.

Pemerintah China sendiri merespons dengan merancang amandemen terbaru terhadap Undang-Undang Penetapan Harga, yang merupakan revisi pertama sejak 1998.

Draf amandemen tersebut bertujuan menguatkan peran negara dalam menetapkan batas harga, mengidentifikasi perilaku harga yang tidak adil, serta membatasi bentuk persaingan involusioner, termasuk dominasi pasar untuk pengaruh harga dan penjualan massal.

Namun beberapa pengamat ragu langkah ini akan cukup ampuh.

"Saya tidak yakin pemerintah China akan melakukan tindakan signifikan untuk benar-benar membatasi praktik involusi ini, karena sejauh ini belum ada yang benar-benar dihukum karena terlalu banyak berinvestasi di sektor prioritas strategis," kata Antonia Hmaidi, analis senior di lembaga think tank Merics.

Ia menambahkan bahwa banyak perusahaan EV tidak mencetak keuntungan di pasar dalam negeri dan sangat bergantung pada dukungan pemerintah daerah, yang juga enggan membiarkan mereka bangkrut.

"Kita memang mulai melihat beberapa perubahan dalam bentuk aksi pemerintah, tapi kita juga pernah melihat tindakan seperti ini sebelumnya dan tidak ada hasil nyata. Untuk mengubahnya, pemerintah pusat perlu memberi alternatif nyata bagi pemerintah lokal," lanjutnya.

Salah satu opsi yang kini dipertimbangkan adalah mendorong ekspor produk secara lebih agresif ke luar negeri. Tapi langkah ini juga memicu ketegangan dagang dengan mitra dagang utama, terutama Uni Eropa dan Amerika Serikat.

"Saya pikir dalam jangka pendek, akan ada lebih banyak ketegangan dengan sebagian besar mitra dagang China," kata Hmaidi.

Masuknya produk EV Tiongkok ke pasar Uni Eropa telah memicu kekhawatiran pejabat setempat bahwa produsen mobil Eropa tidak akan mampu bersaing. Tahun lalu, UE memberlakukan tarif impor hingga 45% terhadap mobil listrik rakitan China, langkah yang membuat Beijing geram.

Namun pertemuan puncak Uni Eropa-China terbaru gagal mencapai terobosan terkait isu tersebut.

Tapi produsen mobil China cepat beradaptasi. Alih-alih mengandalkan battery EV, mereka mulai memasarkan kendaraan plug-in hybrid. Pada Juni 2025, produsen China berhasil menguasai 10% pangsa pasar EV di Eropa, kembali ke tingkat sebelum pemberlakuan tarif.

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Jurus Baru Xi Jinping Suruh Warga China 'Jajan' & 'Belanja'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular