Internasional

Kebijakan PNS Trump 'Tusuk' AS dari Belakang, Ekonomi di Ambang Krisis

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
05 August 2025 14:50
Presiden AS, Donald Trump. (REUTERS/Leah Millis)
Foto: REUTERS/Leah Millis

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mulai menunjukkan dampak serius terhadap fondasi ekonomi Negeri Paman Sam. Pemangkasan anggaran dan pengurangan besar-besaran pegawai negeri sipil (PNS) di lembaga-lembaga statistik telah menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan ekonom top.

Kualitas data ekonomi AS dianggap berada di ambang krisis. Dalam survei yang dilakukan Reuters terhadap 100 ekonom terkemuka, sebanyak 89 orang mengaku khawatir terhadap kualitas data ekonomi resmi AS, dengan 41 di antaranya menyebutkan sangat serius.

"Saya khawatir beberapa tenggat waktu akan terlewat dan bias yang tidak terdeteksi atau kesalahan lain akan mulai menyusup ke dalam beberapa laporan ini hanya karena pengurangan staf," ungkap mantan Komisaris Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS), Erica Groshen, dikutip Selasa (5/8/2025).

Selama masa pemerintahan Trump, pemangkasan PNS dilakukan secara diam-diam namun masif. Ketika Trump dilantik, jumlah pegawai sipil federal mencapai 2,3 juta, namun pada April menyusut sekitar 260.000 orang.

Lembaga utama seperti BLS, Biro Analisis Ekonomi (BEA), dan Biro Sensus menjadi korban kebijakan sunyi ini. Dan, hal ini menimbulkan efek yang sangat nyata.

Mulai bulan depan, misalnya BLS terpaksa menghentikan pelaporan sekitar 350 komponen penting dalam Indeks Harga Produsen (IHP), salah satu indikator utama inflasi sebelum barang sampai ke konsumen. Padahal, data-data tersebut menjadi kompas utama bagi The Fed, investor, perusahaan, dan rumah tangga dalam membuat keputusan ekonomi.

Pakar memperingatkan bahwa hilangnya akurasi data bisa menyesatkan arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed). Terutama di tengah tekanan inflasi dan gejolak geopolitik global.

"Anggaran badan statistik utama tidak memadai untuk mendukung produksi berkelanjutan dari berbagai statistik berkualitas tinggi yang biasanya mereka rilis," ujar profesor di Universitas Harvard, Karen Dynan, sekaligus mantan Asisten Menteri Keuangan AS untuk Kebijakan Ekonomi.

Dalam survei yang sama, lebih dari 80% responden menyebut pemerintah tidak menangani masalah ini dengan cukup serius. Sementara 70% lainnya menilai sumber daya yang dimiliki lembaga statistik terlalu minim untuk menghasilkan data yang andal.

Fenomena ini sebenarnya juga mencuat di negara lain, seperti Inggris yang tengah menghadapi tantangan dalam kualitas data ekonomi dan India yang disorot karena akurasi statistik penganggurannya. Namun, AS menjadi perhatian utama karena selama ini dianggap sebagai pemilik sistem statistik terbaik dunia.

"Pemotongan anggaran terjadi di saat semakin sulitnya menjalankan survei. Ini pekerjaan padat karya, dan sayangnya orang-orang menganggap remeh lembaga statistik," kata mantan kepala riset ekonomi global Bank of America, Ethan Harris.

"Tak ada lobi kuat yang melindungi mereka. Saya tidak melihat ada perbaikan ke depannya," ujarnya pesimistis.


(tfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tarif Trump Jadi Bumerang, Korban Berjatuhan di Negeri Sendiri

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular