AS-Rusia Mendadak di Ambang Perang, Trump Kerahkan Kapal Selam Nuklir
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Amerika Serikat dan Rusia meningkat tajam setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa dirinya telah memerintahkan dua kapal selam nuklir untuk diposisikan di wilayah strategis. Langkah itu diambil sebagai respons atas pernyataan keras yang dilontarkan oleh mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, yang kini menjabat Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia.
Trump menyampaikan keputusan itu pada Jumat (1/8/2025) waktu setempat melalui platform media sosialnya, Truth Social. Ia merespons pernyataan Medvedev awal pekan ini yang menuding Trump telah mengeluarkan ultimatum yang dianggap sebagai provokasi perang, bukan hanya dengan Ukraina, tetapi juga dengan negara asalnya sendiri.
"Berdasarkan pernyataan sangat provokatif dari mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia, saya telah memerintahkan dua kapal selam nuklir untuk diposisikan di wilayah yang sesuai, untuk berjaga-jaga jika pernyataan bodoh dan provokatif itu bukan sekadar kata-kata," tulis Trump.
"Kata-kata sangat penting, dan sering kali bisa menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Saya harap kali ini tidak demikian. Terima kasih atas perhatian Anda terhadap masalah ini!" imbuhnya
Pernyataan Trump muncul setelah sebelumnya, pada Senin, ia mengeluarkan ultimatum kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mencapai kesepakatan damai dengan Ukraina dalam waktu kurang dari dua minggu-dipangkas dari tenggat awal 50 hari-atau menghadapi sanksi sekunder yang besar terhadap para mitra dagang Rusia.
Menanggapi itu, Medvedev melalui akun X menyebut Trump bermain-main dengan api.
"Trump sedang bermain-main dengan ultimatum terhadap Rusia: 50 hari atau 10... Ia seharusnya ingat dua hal," tulis Medvedev.
"Pertama, Rusia bukan Israel atau bahkan Iran. Kedua, setiap ultimatum baru adalah ancaman dan langkah menuju perang. Bukan antara Rusia dan Ukraina, tetapi dengan negaranya sendiri. Jangan ikuti jejak 'Sleepy Joe'!" lanjutnya, merujuk pada julukan yang biasa digunakan Trump untuk meledek Presiden Joe Biden.
Ketegangan makin meningkat ketika pada Kamis, Trump kembali melontarkan kritik terhadap Medvedev, sekaligus menyindir hubungan dagang Rusia dengan India.
"Saya tidak peduli apa yang India lakukan dengan Rusia. Mereka bisa saling menenggelamkan ekonomi mati mereka, saya tidak peduli," tulis Trump di Truth Social. "Kami melakukan bisnis yang sangat sedikit dengan India, tarif mereka terlalu tinggi-termasuk yang tertinggi di dunia."
"Demikian pula, Rusia dan AS hampir tidak melakukan bisnis sama sekali. Biarkan tetap seperti itu, dan katakan kepada Medvedev, mantan Presiden yang gagal, yang mengira dirinya masih Presiden, untuk hati-hati dengan ucapannya. Ia sedang memasuki wilayah yang sangat berbahaya!" tambah Trump.
Pernyataan tersebut langsung dibalas Medvedev keesokan harinya. Dalam pernyataan resminya pada Kamis malam, ia menanggapi keras tindakan dan retorika Trump.
"Jika beberapa kata dari seorang mantan Presiden Rusia dapat memicu reaksi gugup seperti itu dari Presiden Amerika Serikat yang saat ini menjabat dan seharusnya tangguh, maka jelas Rusia berada di pihak yang benar dan akan terus melanjutkan jalannya," kata Medvedev.
Ia pun menyindir komentar Trump soal ekonomi "mati" India dan Rusia dengan merujuk pada sistem peluncuran nuklir otomatis milik negaranya.
"Mengenai ucapannya tentang 'ekonomi mati' India dan Rusia serta 'memasuki wilayah berbahaya,' mungkin dia perlu menonton ulang film favoritnya tentang mayat hidup dan mengingat betapa berbahayanya 'Dead Hand' yang legendaris itu," ucap Medvedev.
"Dead Hand" adalah sistem otomatis Rusia yang dirancang untuk meluncurkan serangan nuklir balasan jika negara itu mendeteksi adanya serangan nuklir terhadap wilayahnya. Sistem ini dikenal sebagai simbol paling ekstrem dari strategi deterrence Rusia dalam konflik global.
(luc/luc)