Heboh Rekening Dormant Bakal Diblokir, Pengusaha Wanti-Wanti Ini

Marty Rizky, CNBC Indonesia
Jumat, 01/08/2025 18:35 WIB
Foto: Gedung Pusat Pelaporan dan Ajalisis Transaksi Keuangan (PPATK). (Dok. PPATK)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemblokiran rekening pasif atau dormant menuai respons kritik dari pelaku usaha. Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Anggawira menilai prinsip kebijakan tersebut sebenarnya berisiko, lantaran dapat memicu ketidakpastian dalam sistem keuangan.


"Berisiko. Jika tidak hati-hati, ini justru bisa melukai kepercayaan publik dan menciptakan ketidakpastian dalam sistem keuangan," kata Anggawira kepada CNBC Indonesia, Jumat (1/8/2025).


Anggawira menekankan bahwa keberadaan rekening dormant tidak serta-merta berarti dana tidak dimiliki atau tidak dibutuhkan. Banyak pelaku usaha, termasuk pelaku UMKM, memiliki rekening pasif karena alasan strategis, seperti diversifikasi risiko, kebutuhan jangka panjang, hingga keperluan operasional yang bersifat musiman.



"Bila dana tersebut otomatis ditarik dan/atau dialihkan tanpa persetujuan, itu berpotensi melanggar prinsip kepemilikan dan otoritas nasabah atas dananya," jelasnya.


Ia juga mengingatkan, di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu, banyak rekening perusahaan yang tidak aktif sementara waktu. Jika kebijakan diterapkan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu atau tidak ada batasan yang tegas, hal ini bisa mengganggu arus kas (cashflow) dan kegiatan usaha secara umum.


"Banyak rekening perusahaan atau pelaku usaha UMKM bersifat tidak aktif sementara, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang fluktuatif. Bila tidak ada batasan atau mekanisme pemberitahuan yang transparan, ini berisiko mengganggu cashflow usaha atau menghambat kegiatan operasional," ungkap dia.


Hipmi mendorong agar pendekatan yang digunakan bersifat partisipatif, bukan sepihak. Salah satu mekanisme yang bisa ditempuh adalah pemberitahuan langsung (soft notification) dari bank kepada pemilik rekening, dan hanya melakukan pemindahan dana bila ada persetujuan aktif dari nasabah.


"Solusi ideal adalah pendekatan soft notification, bank atau otoritas menghubungi pemilik rekening terlebih dahulu dan menawarkan opsi, bukan melakukan penarikan dan/atau pemblokiran otomatis," tegasnya.


Sementara dari sisi hukum dan tata kelola, Anggawira menyebut perlu adanya kejelasan payung hukum, agar tidak menimbulkan pelanggaran terhadap hak kepemilikan atas dana nasabah.


"Ini menyentuh wilayah hak properti. Perlu diperjelas dasar hukum dan batas-batas implementasinya. Jangan sampai niat baik kebijakan sosial justru berbenturan dengan prinsip dasar perlindungan hak milik dan kepercayaan perbankan," katanya.


Hipmi juga mengajukan sejumlah rekomendasi, di antaranya meminta pemerintah tidak terburu-buru dalam mengimplementasikan kebijakan, mengevaluasi dampaknya lintas sektor, serta melibatkan semua pemangku kepentingan seperti pengusaha, pekerja, perbankan, hingga pihak BPJS Ketenagakerjaan.


"Prioritaskan edukasi dan sosialisasi kepada pemilik rekening, bukan langsung eksekusi kebijakan. Jika memang dana ingin dioptimalkan, bisa melalui skema sukarela untuk dialihkan ke instrumen yang lebih produktif, bukan pemaksaan," pungkasnya.


Rekening dormant menjadi sorotan setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mewacanakan penghentian sementara rekening-rekening pasif. Langkah ini bertujuan mencegah penyalahgunaan, seperti jual beli rekening atau praktik pencucian uang. Namun, rencana ini menuai polemik karena menyentuh wilayah sensitif terkait dana milik publik di sistem perbankan.


(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Heboh! PPATK Blokir Rekening Milik Warga RI