Tambang Ilegal di Mana-mana, Apa yang Terjadi?

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Senin, 28/07/2025 12:25 WIB
Foto: Kondisi tanah longsor dan evakuasi korban pada kawasan tambang ilegal di di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. (Dok. PVMBG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) alias tambang ilegal semakin marak terjadi di Indonesia. Mirisnya, sejumlah aktivitas ini tidak hanya berlangsung di area terpencil, melainkan juga terjadi di dalam konsesi pertambangan berizin perusahaan pelat merah.

Bahkan, praktik tambang batu bara ilegal belum lama ini juga ditemukan di kawasan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Tepatnya, di wilayah Taman Hutan Raya (Tahura) Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan area pembangunan IKN.

Adapun dari kasus tambang ilegal di IKN saja, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkapkan, kerugian negara akibat adanya aktivitas pertambangan batu bara ilegal di wilayah IKN Nusantara ini mencapai Rp 5,7 triliun.


Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa pertambangan ilegal makin marak di Tanah Air?

Merespons hal ini, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy turut buka suara perihal maraknya praktik pertambangan ilegal di berbagai wilayah Indonesia.

Menurut dia, Perhapi sejak lama telah aktif memberikan masukan kepada pemerintah, terutama kepada aparat penegak hukum agar bertindak lebih tegas dalam memberantas praktik yang merugikan negara.

Hal ini berangkat dari banyaknya laporan yang diterima Perhapi, baik dari masyarakat maupun dari perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi yang menyampaikan keberadaan aktivitas tambang ilegal di wilayah kerja mereka.

"Namun pada kenyataannya praktik pertambangan ilegal ini masih saja muncul di banyak area, sehingga kemudian muncul prasangka di tengah-tengah masyarakat jika para penambang ilegal tersebut bisa bekerja karena merasa dibekingi oleh oknum," kata Widhy kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (28/7/2025).

Namun, pihaknya tetap memberikan apresiasi atas langkah-langkah penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Seperti operasi terbaru yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dalam menindak praktik pertambangan batu bara ilegal di daerah Samboja, Kalimantan Timur, yang merupakan bagian dari kawasan pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Meski demikian, upaya pemberantasan melalui penindakan saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan persoalan tambang ilegal. Ia menilai perlu adanya strategi pencegahan yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan oleh pemerintah.

Widhy mengungkapkan, sejak tahun 2022, Perhapi telah mendorong pentingnya pembentukan struktur baru di Kementerian ESDM yang bertugas melakukan pencegahan terhadap praktik tambang ilegal maupun menangani kasus-kasus sengketa lahan dan tumpang tindih wilayah pertambangan.

Ia mencontoh pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang telah lebih dulu membentuk Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) sebagai unit khusus.

"Alhamdulillah masukan mengenai perlunya dibentuk struktur Gakkum di Kementerian ESDM sudah dapat direalisasikan oleh Menteri ESDM, di mana Dirjen Gakkum KESDM sudah ditunjuk sejak bulan Juni lalu. Kami tentunya berharap agar struktur baru beserta para pejabatnya dapat segera bekerja," katanya.

Widhy menilai keberadaan Gakkum sangat penting untuk mencegah terjadinya kerugian negara akibat kehilangan potensi pendapatan karena tidak dibayarkannya royalti dari hasil pertambangan maupun kerugian akibat kerusakan lingkungan. Khususnya yang ditimbulkan oleh para penambang ilegal dari praktik penambangannya yang tidak mengikuti kaidah Good Mining Practice,

"Praktik pertambangan, bagaimanapun masih menjadi isu yang sexy mengingat komoditas hasil penggalian dapat dengan mudah memberikan keuntungan bagi para pelakunya, terutama para pelaku tambang ilegal mengingat mereka tidak memiliki kewajiban untuk membayar royalti maupun kewajiban lain," tambahnya.

Terpisah, Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli menjelaskan, praktik tambang ilegal sejatinya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga marak di negara-negara lain, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika.

"Terutama dipengaruhi oleh harga komoditas yang bagus seperti emas, batu bara dan lain-lain. Terdapatnya sumber daya dan cadangan komoditas yang gampang dijangkau dan diolah," kata Rizal.

Selain itu, faktor utama maraknya tambang ilegal yaitu karena dipicu kesulitan ekonomi masyarakat, tingginya pengangguran, lemahnya pengawasan, dan tidak tegasnya penegakan hukum. Lebih ironis lagi, praktek ini kerap mendapat perlindungan dari oknum aparatur negara.

"Sebenarnya kegiatan ini kasat mata tapi gak pernah bisa diberantas secara tuntas karena di sana bermain dana yang cukup besar," katanya.

Rizal menilai, meski pemerintah sudah mengeluarkan berbagai aturan terkait pertambangan, namun implementasi pengawasan dan penindakan hukum masih sangat minim. Satgas-satgas yang dibentuk pun belum mampu menuntaskan persoalan ini.

"Kemudian ada pemodal (cukong) dan jaringan perdagangan baik bahan pendukung maupun produknya. Mereka beroperasi dengan terang-terangan bahkan seperti di wilayah IKN pun tidak luput dari kegiatan PETI ini. Sudah banyak Satgas yang dibentuk, namun tetap saja hal ini sulit diberantas," ujarnya.

Rizal menegaskan bahwa PETI sangat merusak tata kelola pertambangan nasional. Mulai dari tidak membayar pajak dan PNBP, mengabaikan aspek keselamatan kerja, hingga merusak lingkungan hidup.

Di samping itu, para pelaku PETI juga tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan, tidak melakukan reklamasi, dan tidak memiliki tenaga ahli yang kompeten.

"Pemerintah sepertinya tutup mata untuk hal seperti ini. Lebih banyak menyerahkan penyelesaiannya kepada perusahaan tersebut untuk menyelesaikan dengan penggiat PETI tersebut," ujar Rizal.

Tambang Ilegal Jadi PR RI Puluhan Tahun

Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai bahwa tata kelola pertambangan di Indonesia terus mengalami perbaikan dalam 15 tahun terakhir ini. Ia lantas mengingatkan situasi pada tahun 2010 lalu, di mana terdapat lebih dari 15.000 izin tambang yang tersebar, banyak di antaranya bermasalah.

Kondisi pertambangan pada saat itu kemudian mulai dibenahi lewat koordinasi dan supervisi oleh KPK dalam kerangka Stranas Pencegahan Korupsi, yang menghasilkan pemetaan izin tambang menjadi kategori Clear and Clean (CNC) dan non-CNC.

"Akhirnya kan izin ini mulai dibenahi ya dan kemudian dipetakan mana yang clear and clean mana yang non clear-clean. Jadi udah berjalan," ujarnya.

Namun, ia mengakui bahwa PETI masih menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. Polanya pun tidak banyak berubah, marak saat harga komoditas tinggi seperti emas dan batu bara dan menyebar di banyak daerah.

"Tapi penanganannya saya rasa udah banyak yang dilakukan oleh pemerintah dan juga aparat keamanan, cuma untuk memberantas sampai zero gitu ya ini yang harapan kita dengan adanya pembentukan Ditjen Gakkum," katanya.

Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyoroti sejumlah akar persoalan maraknya praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia, termasuk yang terjadi di sekitar proyek strategis nasional seperti di IKN.

Menurut dia, fenomena tambang ilegal tidak lepas dari masalah struktural dan pembiaran sistemik oleh berbagai pihak. Apalagi, sejak kewenangan perizinan tambang dialihkan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat pasca-Undang-Undang Cipta Kerja, banyak pemda akhirnya enggan melakukan pengawasan.

Di sisi lain, kapasitas pemerintah pusat, termasuk jumlah inspektur tambangnya masih sangat terbatas. Hal ini menjadikan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan ilegal menjadi kurang optimal.

"Alhasil apa yang terjadi? Tambang tambang ilegal itu bermunculan dimana-mana," katanya.

Selain itu, faktor lainnya adalah keterlibatan aktor-aktor lokal yang menjadi beking bagi kegiatan tambang ilegal. Keberadaan PETI juga seringkali mendapat dukungan dari dinasti politik maupun konglomerat lokal, bahkan keterkaitan dengan pendanaan politik saat pemilu.

"Itu banyak studinya menunjukkan ke sana jadi ada pembiaran," ujarnya.

Ribuan Titik Tambang Ilegal

Berdasarkan data Kementerian ESDM yang disampaikan pada acara Coffee Morning CNBC Indonesia November 2024 lalu, setidaknya sekitar 2.000 titik tambang ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) tersebar di Indonesia.

Maraknya tambang ilegal ini tak ayal membuat negara diperkirakan merugi hingga triliunan rupiah.

"Ada perkiraan berapa kerugian dari aktivitas PETI yang sudah kita identifikasi ada 2000 titik dengan kerugian cukup besar ya triliunan. Itu yang bisa kita selamatkan kalo PETI ini bisa dilakukan penanganan lebih baik lagi," ujar Hendra dalam acara Coffee Morning CNBC Indonesia, Rabu (20/11/2024).

Di sisi lain, Hendra menjelaskan bahwa tambang ilegal tidak hanya merugikan negara dari sisi finansial, tetapi juga memberikan beban besar pada kerusakan lingkungan yang memerlukan biaya reklamasi yang signifikan.

Ia menambahkan bahwa langkah preventif sejatinya terus dilakukan untuk menangani aktivitas PETI. Salah satunya melalui kolaborasi dengan Kejaksaan Agung dalam penindakan tambang ilegal serta kerja sama strategis dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana dari aktivitas PETI.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tanda Kiamat Makin Dekat - Tambang Ilegal Merajalela di RI