
Update-Fakta Baru Perang Thailand-Kamboja: Peran Trump-Anwar Ibrahim

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan antara Thailand dan Kamboja masih terus memanas. Hal ini disebabkan sengketa perbatasan antara dua negara Indocina ASEAN itu, yang menyebabkan konfrontasi militer secara serius.
Hingga Senin (28/7/2025), ketegangan masih terjadi antara kedua negara. Walau begitu, arah mediasi masih terus digaungkan oleh sejumlah pihak. Berikut perkembangannya dikutip dari berbagai sumber:
1. Prinsip Gencatan Senjata.
Thailand dan Kamboja pada hari Minggu mengisyaratkan kesiapan mereka untuk menegosiasikan pengakhiran sengketa perbatasan yang mematikan, menyusul upaya mediasi oleh Presiden AS Donald Trump. Pertempuran, yang kini memasuki hari keempatnya, telah menewaskan sedikitnya 34 orang dan membuat lebih dari 168.000 orang mengungsi.
Trump memposting di Truth Social pada hari Sabtu bahwa ia telah berbicara dengan para pemimpin Thailand dan Kamboja, dan mengisyaratkan ia tidak akan melanjutkan perjanjian perdagangan dengan kedua negara jika permusuhan terus berlanjut. Ia kemudian mengatakan kedua belah pihak setuju untuk bertemu guna menegosiasikan gencatan senjata.
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet pada hari Minggu mengatakan negaranya setuju untuk mengupayakan "gencatan senjata segera dan tanpa syarat." Ia mengatakan Trump memberitahunya bahwa Thailand juga telah setuju untuk menghentikan serangan menyusul percakapan Trump dengan Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai.
"Ini adalah berita positif bagi para prajurit dan rakyat kedua negara," kata Hun Manet dalam sebuah pernyataan.
Thailand menyatakan dukungan yang hati-hati. Phumtham berterima kasih kepada Trump dan mengatakan bahwa Thailand pada prinsipnya setuju untuk gencatan senjata, namun menekankan perlunya "niat tulus" dari Kamboja.
"Kami menyerukan pembicaraan bilateral yang cepat untuk membahas langkah-langkah konkret menuju resolusi damai," tambahnya.
2. Malaysia Jadi Mediator.
Thailand dan Kamboja telah menyetujui Malaysia bertindak sebagai mediator dalam konflik perbatasan mereka. Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan pada hari Minggu (27/7/2025).
Hal ini dilakukan saat kedua pihak yang bertikai masing-masing mengatakan pihak lain telah melancarkan serangan artileri lebih lanjut di daerah yang disengketakan. Nantinya, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai dijadwalkan tiba di Malaysia pada Senin malam.
"Mereka memiliki kepercayaan penuh pada Malaysia dan meminta saya untuk menjadi mediator," kata Mohamad, menambahkan bahwa ia telah berbicara dengan rekan-rekannya dari Kamboja dan Thailand dan mereka sepakat tidak ada negara lain yang boleh terlibat dalam masalah ini.
Pembicaraan di Malaysia ini dilakukan setelah Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Ketua forum regional ASEAN, mengusulkan gencatan senjata pada hari Jumat. Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump pada hari Sabtu mengatakan bahwa kedua pemimpin telah sepakat untuk mengupayakan gencatan senjata.
Thailand dan Kamboja telah berselisih selama beberapa dekade mengenai titik-titik yang tidak dibatasi di sepanjang perbatasan darat mereka sepanjang 817 km (508 mil), dengan kepemilikan kuil Hindu kuno Ta Moan Thom dan Preah Vihear abad ke-11 menjadi inti perselisihan tersebut.
Preah Vihear diberikan kepada Kamboja oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1962, tetapi situasi memburuk pada tahun 2008 setelah Kamboja berupaya mendaftarkannya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Pertikaian selama beberapa tahun mengakibatkan setidaknya belasan kematian.
Kamboja mengatakan pada bulan Juni bahwa mereka telah meminta Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan perselisihannya dengan Thailand. Bangkok mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengakui yurisdiksi pengadilan tersebut dan lebih memilih pendekatan bilateral.
3. Perang Berlanjut.
Pertempuran pertama kali berkobar pada hari Kamis setelah ledakan ranjau darat di sepanjang perbatasan melukai lima tentara Thailand. Kedua belah pihak saling menyalahkan karena memulai bentrokan. Kedua negara memanggil pulang duta besar mereka dan Thailand menutup penyeberangan perbatasannya dengan Kamboja.
Meskipun ada upaya diplomatik, pertempuran terus berlanjut pada hari Minggu di sebagian perbatasan yang disengketakan. Kedua belah pihak menolak untuk mengalah dan saling menyalahkan atas penembakan dan pergerakan pasukan yang diperbarui.
Kolonel Richa Suksowanont, wakil juru bicara Angkatan Darat Thailand, mengatakan pasukan Kamboja menembakkan artileri berat ke provinsi Surin, termasuk ke rumah-rumah sipil pada Minggu pagi. Ia mengatakan Kamboja juga meluncurkan serangan roket yang menargetkan kuil kuno Ta Muen Thom yang diklaim oleh kedua negara, Pasukan Thailand membalas dengan artileri jarak jauh untuk menyerang artileri dan peluncur roket Kamboja.
"Upaya mediasi Trump adalah masalah terpisah. Operasi di medan perang akan terus berlanjut dan gencatan senjata hanya bisa terjadi jika Kamboja secara resmi memulai negosiasi," tambahnya.
"Setiap penghentian permusuhan tidak dapat dicapai sementara Kamboja sangat kurang dalam itikad baik dan berulang kali melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan hukum humaniter," timpal Kementerian Luar Negeri Thailand secara terpisah.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja Letnan Jenderal Maly Socheata menuduh pasukan Thailand meningkatkan kekerasan dengan pengeboman wilayah Kamboja pada Minggu pagi, diikuti oleh "invasi skala besar" yang melibatkan tank dan pasukan darat di beberapa daerah.
"Tindakan semacam itu merusak semua upaya menuju penyelesaian damai dan menunjukkan niat jelas Thailand untuk meningkatkan daripada mengurangi konflik," katanya.
4. Nasib Warga Yang Mengungsi.
Sejumlah warga yang mengungsi mengaku sangat khawatir dengan perkembangan yang terjadi. Pichayut Surasit, seorang teknisi AC di Thailand, mengatakan pecahnya pertempuran yang tiba-tiba berarti ia harus meninggalkan pekerjaannya di Bangkok untuk kembali ke rumah demi melindungi keluarganya.
Kini di tempat penampungan di Surin yang menampung sekitar 6.000 pengungsi, Pichayut mengkhawatirkan istri dan putri kembarnya, berharap konflik akan segera berakhir sehingga mereka bisa kembali ke rumah mereka di distrik Kap Choeng, salah satu yang paling parah terkena penembakan.
"Saya tidak tega melanjutkan pekerjaan saya ketika mendengar berita itu. Saya ingin kembali secepat mungkin, tetapi saya harus menunggu sampai malam," katanya.
Bualee Chanduang, seorang pedagang lokal yang pindah ke tempat penampungan yang sama sejak hari Kamis bersama keluarga dan kelinci peliharaannya, mengandalkan negosiasi cepat untuk mengakhiri kekerasan.
"Saya berdoa kepada Tuhan agar kedua belah pihak bisa sepakat untuk berbicara dan mengakhiri perang ini," katanya.
(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kronologi Perang Thailand-Kamboja: Jet Tempur Dikerahkan, Warga Tewas
