
Siaga Perang Israel-Iran Pecah Lagi, Tunggu 'Lampu Hijau' AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Israel disebut-sebut tengah mempertimbangkan aksi militer lanjutan terhadap Iran pasca perang 12 hari pada Juni lalu, yang menewaskan lebih dari 1.000 warga Iran dan 29 warga Israel. Meski para pemimpinnya mengklaim kemenangan, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa tekanan terhadap Teheran tidak akan dikendurkan.
"Kami tidak berniat mengendurkan tekanan," ujar Netanyahu seperti dikutip Al Jazeera pada Jumat (25/7/2025).
Konflik tersebut dipicu oleh serangan mendadak Israel terhadap fasilitas yang diklaim sebagai bagian dari program nuklir Iran. Israel menyebut aksi itu sebagai langkah preemptif untuk "membela diri". Namun, Presiden Iran Masoud Pezeshkian meragukan kelanggengan gencatan senjata saat ini.
"Kami sepenuhnya siap menghadapi setiap langkah militer Israel yang baru, dan angkatan bersenjata kami siap untuk kembali menyerang jauh ke dalam wilayah Israel," katanya.
Perang Baru
Menurut analis Timur Tengah Trita Parsi dari Quincy Institute, Netanyahu kemungkinan ingin menjadikan Iran seperti Suriah atau Lebanon. Di mana target yang bisa diserang sewaktu-waktu tanpa konsekuensi serius.
"Alasan Israel ingin menyerang lagi adalah karena mereka ingin memastikan Iran menjadi negara yang dapat diserang kapan saja tanpa hukuman," ujar Parsi.
Salah satu peluang yang dinilai bisa digunakan Israel untuk melanjutkan serangan adalah jika negara-negara Eropa kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran. Ini akan terjadi jika tidak ada kesepakatan baru terkait nuklir sebelum akhir Agustus. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dikabarkan telah berdiskusi dengan menlu dari Jerman, Prancis, dan Inggris soal pengembalian sanksi tersebut.
"Jika itu terjadi, maka Iran mungkin akan keluar dari perjanjian non-proliferasi nuklir. Itu bisa memberi celah politik bagi Israel untuk menyerang lagi," imbuh Parsi.
Operasi Diam-Diam
Meski tidak terlihat ada aksi militer terbuka dalam waktu dekat, laporan The New York Times menyebutkan bahwa Israel kemungkinan masih menjalankan operasi rahasia di wilayah Iran. Sejumlah ledakan dan kebakaran misterius di kilang minyak, pabrik, hingga kompleks apartemen disebut berkaitan dengan sabotase oleh jaringan intelijen Israel.
"Netanyahu tampaknya telah menemukan formula yang memungkinkan dia menyerang Iran tanpa hukuman, bahkan tanpa restu dari Trump," ujar Negar Mortazavi, analis Iran dari Center for International Policy di Washington, DC.
Analis lainnya, Ori Goldberg dari Tel Aviv, menyebutkan bahwa sistem keamanan rahasia Israel di Iran telah tertanam cukup dalam. Terkadang kata dia, ini bukan karena alasan strategis, melainkan lebih karena alasan taktis.
"Begitu Anda punya jaringan di negara lain, Anda punya waktu terbatas untuk menggunakannya," kata Goldberg.
Netanyahu, yang sebelumnya cenderung berhati-hati dalam memicu konflik, kini menunjukkan agresivitas baru. Ia memimpin serangan ke sejumlah negara dan kelompok regional termasuk Lebanon, Suriah, Yaman, dan tentu saja Gaza.
Tunggu Lampu Hijau AS
Namun, untuk serangan berikutnya, Israel masih membutuhkan restu dari Amerika Serikat (AS) dan Presiden Donald Trump. Hal ini dikatakan dosen studi Iran di Universitas Reichman, Israel, Meir Javedanfar.
"Israel membutuhkan persetujuan AS dan Presiden Trump. Dan itu kemungkinan kecil, mengingat kekhawatiran AS terhadap serangan Israel di Suriah," ujarnya.
Hal sama juga dikatakan Goldberg. Ditegaskannya, apakah Israel akan kembali menyerang Iran secara terbuka, sangat bergantung pada dukungan sekutunya, terutama AS.
"Trump memang sulit ditebak, dan Israel ingin tetap berada di sisi yang benar dari garis apa pun yang ia buat," ujarnya.
"Tapi Iran adalah isu konsensus di Israel. Orang mungkin berdebat soal Gaza, tapi tidak soal Iran," tambahnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Pengusaha Jakarta Minta Bersiap Siaga Usai Israel Serang Iran
