
Dear WNI! Mau ke AS Wajib Bayar Visa Integrity Fee Rp4 Juta, Apa Itu?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan menerapkan "biaya integritas visa" atau visa integrity fee. Pelancong akan dikenai biaya lagi sebesar US$250 atau setara sekitar Rp4 juta untuk seluruh pemohon visa non-imigran.
Kebijakan ini tertuang dalam Undang-Undang One Big Beautiful Bill yang disahkan pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump. Melansir CNBC International pada Senin (21/7/2025), biaya ini bersifat tambahan dan wajib dibayarkan di luar biaya visa reguler lainnya.
Misalnya, pekerja asing dengan visa H-1B yang selama ini membayar US$205. Nantinya mereka harus membayar total US$455 setelah penambahan biaya baru tersebut.
Selain itu, biaya Formulir I-94 yang wajib bagi pelancong tertentu, juga dinaikkan. Harganya kini menjadi US$24 dari US$6.
Menurut Steven A. Brown, mitra di firma hukum imigrasi Reddy Neumann Brown PC, biaya ini berpotensi menambah beban besar terutama bagi pelancong bisnis dan wisata. Meski secara teknis visa integrity fee bisa dikembalikan, proses dan mekanismenya belum jelas.
Syarat pengembalian pun cukup ketat, antara lain pemegang visa harus mematuhi ketentuan visa, tidak bekerja tanpa izin, dan tidak boleh overstay lebih dari lima hari. Pengembalian dana baru akan dilakukan setelah masa berlaku visa berakhir.
"Jika Anda mendapatkannya kembali, bagus. Tetapi biasanya sulit untuk mendapatkan uang kembali dari pemerintah," katanya.
"Saya lebih suka mereka menganggapnya sebagai 'bonus' jika mereka mendapatkan pengembalian dana," tambahnya.
"Saya yakin perlu ada peraturan, atau setidaknya pemberitahuan di Federal Register, mengenai implementasi pengumpulan biaya."
Asosiasi Perjalanan AS juga menyoroti ketidakjelasan implementasi aturan tersebut. Apalagi Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS) terlibat dalam aturan ini.
"RUU tersebut mengarahkan Menteri DHS untuk membebankan biaya tersebut, tetapi DHS tidak memiliki hak atas proses pengajuan, penerbitan, atau perpanjangan visa, jadi di mana dan kapan DHS akan membebankan biaya tersebut?" kata juru bicara asosiasi itu.
Sementara itu, Kantor Anggaran Kongres AS (CBO) memperkirakan, meskipun potensi pengembalian ada, hanya sebagian kecil pemohon visa yang akan mengklaimnya. Bahkan, CBO menilai Departemen Luar Negeri mungkin butuh waktu beberapa tahun untuk menjalankan proses refund tersebut.
Sebenarnya, dalam proyeksi jangka panjang, kebijakan ini diperkirakan akan meningkatkan pendapatan dan memangkas defisit AS sebesar US$28,9 miliar selama periode 2025-2034. Dari sisi kebijakan, pemerintah AS menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat sistem imigrasi dan mencegah penyalahgunaan visa.
Meski begitu, data menunjukkan bahwa sebagian besar pemegang visa selama ini patuh terhadap masa berlaku visa mereka. Antara 2016 hingga 2022, hanya sekitar 1%-2% dari pemegang visa non-imigran yang overstay.
Namun, sekitar 42% dari 11 juta penduduk tanpa izin di AS diyakini awalnya masuk secara legal sebelum melewati batas waktu izin tinggal. Pengenaan biaya ini juga bertepatan dengan pemangkasan dana promosi pariwisata AS, dari US$100 juta menjadi hanya US$20 juta, meski Paman Sam menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA 2026.
(tfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video:Zelenskyy Siap Sambangi AS Teken Kerja Sama Mineral Tanah Jarang
