
Bos Badan Pangan Beberkan Penyebab Harga Gabah Rp7.000-Lampaui HPP

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga Gabah Kering Panen (GKP) dilaporkan sudah melampaui Rp7.000 per kg. Harga ini lebih mahal dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dipatok Rp6.500 per kg.
Bahkan, ada temuan di beberapa daerah harga GKP sudah menyentuh Rp 7.500 per kg. Naiknya harga GKP turut membuat harga beras menjadi tinggi dalam beberapa waktu terakhir.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetya Adi kepada wartawan saat ditemui di kantor Kemenko Pangan, Selasa (17/7/2025) mengungkapkan ada pihak yang tengah beradu untuk membeli gabah dengan posisi harga yang tinggi dan membuat harga pokok produksi beras ikut meninggi. Alhasil, harga beras di tingkat konsumen menjadi semakin mahal karena pihak penggilingan akan mengambil margin setelah harga produksi.
"Kenapa harga produksi tinggi? Sekarang begini ya, harga acuan gabah Rp 6.500 ya. Terus kamu misal penggiling, beli di Rp 6.800. Ada lagi A (perusahaan lain) beli Rp 7.000, kemudian B beli maunya Rp 7.400. C beli Rp 7.500. Nah, B gak mau kalah donk, B beli lagi Rp 7.600 - Rp 7.800 (per kg)," kata Arief, dikutip Kamis (17/7/2025).
"Itu bagus buat petani, tetapi kan dia harus ngukur kalau saya beli gabah dengan premium itu nantinya jadi Rp 14.900 per kg (harga produksi). Sudah tahu harga gabahnya missal maksimum Rp 7.000, kenapa dia beli Rp 8.000. Makanya yang banyak disoroti itu kan harga gabah yang selalu tidak pas, tidak masuk lah, tidak masuk kalau dia beli gabahnya sudah Rp 7.800 per kg," tambah Arief.
Arief pun menyayangkan pihak penggiling tidak membeli stok, justru membeli gabah hingga membuat perang harga.
"Sekarang sudah tahu nih harga pokok produksi, dari hitungan sudah tahu bahwa harganya maksimum Rp 14.900, misalkan harga gabah sampai Rp 7.500. Kalau sudah Rp 7.600 - Rp 7.800, kamu beli bagaimana? Kenapa pada saat panen raya harga Rp 6.500 malah tidak beli stok," ungkapnya.
Seharusnya, menurutnya, penggilingan masif menyerap gabah saat panen raya dengan harga sesuai HPP. Dengan begitu, stok untuk produksi ketika masa tanam tetap tercukupi. Jadi, tidak harus berebut beli gabah dari petani dengan harga tinggi.
"Pada saat produksi di bulan Maret dan April di atas 10 juta ton gabah, itu kan waktunya mereka beli hasil petani, dan Peraturan Menteri Perdagangan kan boleh menyetok maksimum 3 kali penjualan. Jadi, kalau penjualannya misalnya 1 juta ton, dia menyetok 3 juta ton itu boleh. Itu bukan nimbun, itu bagian sampai dengan panen gadu berikutnya, karena ada panen gadu, tiap bulan itu panen gitu," terang Arief.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Beras Dunia Ambles, RI Bakal Ikutan Turun? Ini Kata Bos Bapanas
