Demi Hemat Triliunan, Negara Eropa Ini Bakal Pangkas Dua Hari Libur
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Prancis mempertimbangkan penghapusan dua hari libur nasional sebagai bagian dari rencana penghematan anggaran besar-besaran senilai 43,8 miliar euro atau setara Rp 892 triliun untuk menekan defisit fiskal.
Perdana Menteri François Bayrou mengumumkan langkah ini dalam konferensi pers, Selasa (15/7/2025), seiring upaya pemerintah menurunkan rasio defisit dari 5,4% tahun ini menjadi 4,6% pada 2026.
Pemerintah mengusulkan penghapusan hari libur Senin Paskah dan 8 Mei (Hari Kemenangan Eropa) karena dinilai tidak lagi relevan secara agama maupun ekonomi. Kedua tanggal ini kerap jatuh di tengah pekan, menciptakan "long weekend" yang disebut pemerintah sebagai hambatan produktivitas.
"Penghapusan hari libur akan meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai sektor dan pegawai negeri, sehingga memperkuat produktivitas nasional," ujar pernyataan resmi pemerintah, seperti dikutip CNBC International pada Kamis (17/7/2025).
Langkah ini menjadi bagian dari strategi nasional bertajuk Stop the Debt, menyusul meningkatnya utang negara yang kini mencapai 114% dari PDB.
"Setiap detik, utang kita bertambah 5.000 euro. Ini adalah perhentian terakhir sebelum jurang," tegas Bayrou.
Selain pemangkasan hari libur, pemerintah juga berencana memangkas 3.000 formasi PNS dan membatasi keringanan pajak untuk warga kaya. "Upaya khusus akan dibutuhkan dari mereka yang punya kapasitas lebih untuk berkontribusi," kata Bayrou.
Di sisi lain, Presiden Emmanuel Macron justru mengusulkan peningkatan anggaran pertahanan sebesar 6,5 miliar euro hingga 2027, menjadikan total anggaran keamanan Prancis mencapai 64 miliar euro pada tahun tersebut, dua kali lipat dari saat ia pertama kali menjabat pada 2017.
Namun rencana pemotongan anggaran ini menuai penolakan dari oposisi. Ketua Partai Komunis Fabien Roussel menyebut kebijakan ini sebagai "perampokan terorganisasi" dan menuduh pemerintah memaksa warga "bekerja gratis" dengan menghapus hari libur.
Sementara Presiden National Rally, Jordan Bardella, menyebut penghapusan Senin Paskah dan 8 Mei sebagai "serangan langsung terhadap sejarah dan akar budaya Prancis."
Pemerintah kini menunggu pembahasan anggaran di Majelis Nasional. Bayrou sendiri menghadapi tekanan politik signifikan usai selamat dari delapan mosi tidak percaya sejak menjabat pada Desember lalu. Mosi baru dari oposisi kiri dan kanan kini tengah mengancam posisinya.
(tfa/tfa)