Internasional

Ancaman Trump Tak Mempan, Perang Putin di Ukraina Terus Berlanjut

tfa, CNBC Indonesia
Rabu, 16/07/2025 07:05 WIB
Foto: Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin terlihat pada KTT para pemimpin G20 di Buenos Aires, Argentina 30 November 2018. REUTERS / Marcos Brindicci

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan tetap bersikukuh melanjutkan invasi ke Ukraina meski menghadapi tekanan diplomatik dan ancaman sanksi baru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Tiga sumber yang dekat dengan Kremlin menyebut, Putin siap terus berperang hingga Barat memenuhi syarat-syarat perdamaiannya.

"Putin merasa tidak ada pihak yang serius bicara soal perdamaian dengannya-termasuk Amerika Serikat. Jadi dia akan terus maju sampai mendapat apa yang diinginkan," ujar salah satu sumber kepada Reuters, dikutip Rabu (16/7/2025).

Trump sebelumnya memperingatkan bahwa Rusia akan menghadapi sanksi dan tarif tambahan jika tidak menyetujui gencatan senjata dalam waktu 50 hari. Ia juga mengancam akan memberlakukan tarif hingga 100% atas barang-barang Rusia, serta sanksi sekunder terhadap negara-negara lain yang masih membeli ekspor Rusia, termasuk minyak mentah.


"Tidak seperti Biden, Presiden Trump berfokus pada penghentian pembunuhan. Putin akan menghadapi sanksi dan tarif yang berat jika tidak menyetujui gencatan senjata," kata juru bicara Gedung Putih Anna Kelly.

Namun Kremlin tak gentar. Sumber-sumber Rusia menyebut Putin yakin ekonomi dan militernya cukup kuat menanggung tekanan tambahan. Mereka juga menyebut ancaman tarif terhadap pembeli utama minyak Rusia seperti China dan India tidak akan banyak mempengaruhi jalur distribusi Moskow.

Putin menilai tak ada negosiasi damai yang substantif sejauh ini. Meski telah melakukan enam kali panggilan dengan Trump dan menerima kunjungan utusan khusus AS Steve Witkoff, diskusi disebut belum menyentuh pokok-pokok perdamaian.

"Putin menghargai komunikasi dengan Trump, tetapi bagi dia, kepentingan Rusia tetap prioritas," ucap sumber tersebut.

Rusia mengajukan syarat perdamaian yang mencakup penghentian ekspansi NATO ke arah timur, netralitas Ukraina, pengakuan atas wilayah yang telah dikuasai Rusia, serta perlindungan bagi penutur bahasa Rusia. Ia juga membuka kemungkinan jaminan keamanan multilateral untuk Ukraina, meski belum jelas wujud konkretnya.

Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan bahwa Kyiv tidak akan mengakui kedaulatan Rusia atas wilayah pendudukan dan tetap mempertahankan hak untuk bergabung dengan NATO.

Putin saat ini menguasai hampir 20% wilayah Ukraina, termasuk seluruh Krimea, Luhansk, sebagian besar Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson. Dalam tiga bulan terakhir, Rusia disebut berhasil memperluas kontrol atas lebih dari 1.400 km² wilayah baru.

"Jika Ukraina tidak memberikan perlawanan keras, Putin bisa memperluas ambisinya hingga Dnipropetrovsk, Sumy, dan Kharkiv," kata salah satu sumber.

Sementara itu, Trump menyebut Putin bukan "seorang pembunuh, tetapi orang yang tangguh". Namun dalam wawancara dengan BBC, ia mengklaim belum selesai dengan Putin dan bahwa kesepakatan Ukraina masih dalam tahap pertimbangan.

Meski sanksi diberlakukan dan perang menjadi konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II, ekonomi Rusia tetap tangguh. Kementerian Ekonomi memproyeksikan pertumbuhan sebesar 2,5% tahun ini, turun dari 4,3% pada 2024, namun tetap di atas ekspektasi pasar.

Sumber internal menyebut eskalasi konflik sangat mungkin terjadi dalam beberapa bulan mendatang. "Perang ini belum akan berhenti," kata sumber tersebut.


(tfa/tfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Putin Telepon Trump: Rusia Bakal Capai Tujuan di Ukraina