
PNBP Perikanan Tangkap Bisa Tembus Rp 7,5 T, Tapi Syaratnya Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono menyebut, adanya potensi besar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor perikanan tangkap, yang bisa mencapai Rp 7,5 triliun per tahun. Namun, potensi tersebut hanya bisa dicapai jika pengelolaan sumber daya laut dilakukan secara tertib dan berkelanjutan.
Sejalan dengan itu, Trenggono turut menyoroti dampak negatif dari praktik penangkapan ikan yang tak terkendali, termasuk maraknya penggunaan rumpon ilegal di laut Indonesia.
"Dan kalau itu 24 jam, maka situasi di laut itu akan semakin sulit bagi para nelayan untuk mendapatkan ikan-ikan yang ada. Di situ terbukti dari kita sudah bisa melihat bahwa ribuan tempat ikan, sudah ribuan rumpon ilegal. Dirjen PSDKP saya sering itu, menangkap (kapal penangkap ikan serta rumpon ilegal)," ungkap Trenggono dalam Rapat Kerja Teknis Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut yang digelar di Jakarta, Selasa (15/7/2025)
Menurutnya, keberadaan rumpon-rumpon ilegal justru memperparah kelangkaan ikan di laut.
"Bayangkan kalau semakin banyak rumpon di laut. Artinya semakin sulit ikan itu. Kalau dulu tanpa rumpon, ikan banyak. Sekarang sudah semakin sulit, semakin sulit, semakin sulit, ujungnya adalah semakin tidak ada ikan. Nah ini yang harus kita jaga bersama untuk kepentingan generasi yang akan datang," jelasnya.
Trenggono menjelaskan, produksi perikanan Indonesia mencapai 7,5 juta ton per tahun. Jika 10% saja dari angka tersebut dikenakan pungutan PNBP yang ideal, maka negara dan pemerintah daerah bisa mendapatkan pemasukan besar.
"Potensinya sangat besar. Setiap tahun produksi kita kira-kira 7,5 juta ton. 7,5 juta ton itu kalau untuk negara, dalam hal ini bisa juga kepada kepala daerah, ini nanti kita rumuskan bersama bagaimana idealnya, pemerintah daerah itu bisa mendapatkan langsung PNBP atau hasil tangkapan di sini," terang dia.
Trenggono kemudian menghitung, jika dari 7,5 juta ton itu, 10% atau 750 ribu ton dikonversi menjadi PNBP dengan nilai Rp10.000 per kilogram, maka totalnya bisa mencapai Rp7,5 triliun.
"Kalau 7,5 juta ton itu misalnya 10% saja, betul-betul diterima oleh negara termasuk kepala daerah di antaranya. Itu kira-kira 750 ribu ton. Kalau 750 ribu ton, dengan nilai PNBP dikonversi Rp10.000 per kg, itu sudah Rp7,5 triliun. Bayangkan kalau Rp7,5 triliun, misalnya, peraturan yang mengatakan itu disesuaikan dengan luas wilayahnya masing-masing daerah. Itu salah satu potensi juga sebagai penerimaan daerah. Ini kita bisa rumuskan, kita bisa diskusikan bersama," paparnya.
Selain pengelolaan perikanan tangkap, Trenggono juga mendorong pergeseran ke arah budidaya laut atau marine culture sebagai strategi jangka panjang.
"Lalu budidaya, rata-rata 5 juta ton. Ini yang kita harapkan melalui perencanaan atau penataan ruang laut, di mana setiap wilayah laut itu, di mana ruang budidaya laut atau marine culture itu bisa dikembangkan. Sehingga yang tadinya berburu untuk menangkap, kita geser mereka, berubah menjadi budidaya. Nanti kita carikan caranya bersama," kata Trenggono.
Ia menegaskan, upaya tersebut akan tetap dilakukan meski kondisi anggaran negara terbatas, termasuk dengan mengupayakan masuknya investasi ke daerah.
"Kita sudah membuat model-model dengan di tengah situasi sistem anggaran yang mepet, tapi kita harus berusaha sedapat mungkin dengan cara menghadirkan investasi dan seterusnya, kita lakukan itu. Tujuannya supaya apa? Supaya potensi-potensi yang ada di wilayah atau di daerah itu bisa berkembang dengan baik," pungkasnya.
(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Buka Suara Soal Situasi RI, Beneran Krisis?