
Trump Bikin Dunia Rusuh, China Ambil Alih Peran Diplomasi Global

Jakarta, CNBC Indonesia - China terus memperluas pengaruh diplomatiknya di seluruh dunia saat Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump memangkas peran internasionalnya secara drastis. Temuan ini tertuang dalam laporan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS dari Partai Demokrat yang dirilis Senin (14/7/2025).
Laporan sepanjang 91 halaman tersebut mengungkap berbagai contoh konkret di mana China mengambil alih peran diplomasi dan bantuan luar negeri setelah AS menghentikan atau mengurangi keterlibatannya.
Pemerintahan Trump diketahui melakukan pemangkasan besar-besaran terhadap Departemen Luar Negeri dan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), termasuk pemecatan hampir 3.000 pegawai dan penghentian lebih dari 80% program bantuan luar negeri.
"Dalam beberapa hari setelah pemerintahan Trump menjabat dan mulai membatalkan komitmen kami di seluruh dunia, China langsung melabeli Amerika Serikat sebagai mitra yang tidak dapat diandalkan," ujar Senator Jeanne Shaheen, anggota senior Partai Demokrat di komite tersebut, kepada wartawan, seperti dikutip Reuters pada Selasa (15/7/2025).
"Di saat kita mundur, mereka justru memperluas jangkauan mereka," tambahnya.
Pemotongan tersebut tidak hanya berdampak pada diplomasi, tetapi juga pada aspek kemanusiaan dan pembangunan. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal The Lancet memperkirakan bahwa pembubaran sebagian besar program USAID dapat menyebabkan lebih dari 14 juta kematian tambahan secara global pada tahun 2030.
China mengambil kesempatan ini untuk memperkuat pijakannya. Di Uganda, setelah AS menghentikan bantuan pangan, China menyumbangkan beras senilai Rp32 miliar (US$2 juta). Di Zambia, saat AS menarik hibah HIV/AIDS senilai Rp594 miliar (US$37 juta), China menyumbangkan 500.000 alat tes HIV dan menjalin kerja sama lanjutan.
Di Asia Tenggara, Presiden Xi Jinping melakukan kunjungan ke Vietnam, Kamboja, dan Malaysia yang menghasilkan berbagai kesepakatan, mulai dari pembangunan koneksi kereta api hingga kerja sama di bidang energi, pendidikan, dan manufaktur.
Sementara itu, di Amerika Latin, China menjadi tuan rumah forum kawasan dan menjanjikan jalur kredit senilai Rp144 triliun (US$9 miliar) serta investasi tambahan di sektor infrastruktur.
Pemerintahan Trump membela kebijakan ini sebagai bagian dari agenda "America First", dengan alasan bahwa AS telah membayar secara tidak proporsional dalam bantuan luar negeri dan bahwa negara lain seharusnya berbagi beban lebih besar. Pemangkasan anggaran disebut sebagai upaya untuk memperkecil birokrasi dan menghapus pemborosan.
Namun laporan Senat memperingatkan bahwa kebijakan ini justru mengikis pengaruh global AS dan memperkuat posisi China di kawasan strategis. "Ini bukan sekadar soal diplomasi. Ini adalah perebutan panggung global, dan AS sedang mundur," tulis laporan tersebut.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Taiwan Berharap Dapat Dukungan Trump Saat Lawan China
