
Siap-Siap DPR Revisi Undang-Undang Migas & Listrik!

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mulai membahas perihal revisi dua Undang-Undang (UU) sektor energi. Kedua UU tersebut yakni Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (UU Gatrik).
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto menyebutkan pihaknya saat ini fokus dalam penyelesaian kedua revisi UU tersebut yang masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Selain merevisi kedua UU tersebut, DPR kini juga tengah menyusun Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (UU EBET).
"Ada 3 prioritas di Komisi 12 menyelesaikan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan, Undang-Undang Kelistrikan, dan Undang-Undang Migas. Tadi adalah kelistrikan dan migas. Karena ini sudah dibahas, tinggal hanya ada 2 pasal saja yang memerlukan penyusunan," ungkap Sugeng ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (15/7/2025).
Sugeng mengatakan, kedua Revisi UU tersebut perlu dilakukan secara komprehensif. Sejatinya, kedua UU tersebut sudah dilakukan penyesuaian dalam UU Cipta Kerja (Ciptaker), namun hal itu dinilai belum mengakomodasi kebutuhan secara keseluruhan.
"Maka, tadi, karena ini sudah kelanjutan sejak tahun lalu, atau periode lalu ketika kita di Komisi VII, dan tadi sudah tuntas naskah akademiknya, setelah dari Tim Keahlian Dewan ini melakukan berbagai, apalah, serap pendapat baik dari kalangan akademisi, pelaku, maupun pihak-pihak pemangku kepentingan lain yang berkaitan dengan kelistrikan dan migas," ungkapnya.
Khusus Revisi UU Gatrik, Sugeng mengatakan, setidaknya satu hal yang perlu ditekankan dalam revisi beleid tersebut yakni perihal akses listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dia menyebutkan, hal itu akan dilakukan dengan membangun infrastruktur kelistrikan di Indonesia sebagai kewajiban negara.
"Dengan adanya hak akses itu, maka kewajiban negara menyiapkan infrastruktur dasar kelistrikan. Jadi, dengan undang-undang itu nanti sudah tidak ada lagi namanya daerah yang cuma 3T, tidak terjangkau oleh transmisi, misalnya. Itu namanya akses," paparnya.
Sedangkan urgensi pada Revisi UU Migas, kata Sugeng, setidaknya ada dua poin yakni pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) pengganti Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan perihal program peningkatan lifting minyak.
"Di sinilah Mahkamah Konstitusi dalam keputusannya harus dibentuk namanya badan usaha khusus, badan usaha khusus sektor migas. Nah, inilah yang terus kita lakukan tadi, ada beberapa ini, itu satu. Kedua, selama ini kalau kita mau menaikkan pengelola di hulu," tambahnya.
Pihaknya menargetkan akan menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) dalam enam bulan mendatang. Setelah RUU EBET rampung, pihaknya baru akan menuntaskan kedua Revisi UU tersebut dalam waktu masing-masing enam bulan lamanya.
"Ya, kita sih, idealnya, ini harus tuntas satu, tuntas Undang-Undang Energi Baru Terbarukan dalam 6 bulan ini. Kedua adalah selanjutnya tuntas dalam 6 bulan kemudian adalah Undang-Undang Kelistrikan, terakhir adalah UU Migas," tandasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Komisi XII DPR Apresiasi Kinerja & Langkah Strategis Pertamina 2025