Internasional

Trump Teken Aturan Baru, Migran Bisa Dideportasi dalam 6 Jam

tfa, CNBC Indonesia
Selasa, 15/07/2025 08:05 WIB
Foto: Amerika Serikat (AP/Carolyn Kaster)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Donald Trump mengeluarkan kebijakan baru yang memungkinkan otoritas Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) mendeportasi migran ke negara ketiga hanya dengan pemberitahuan enam jam.

Sebelumnya, ICE memberikan waktu setidaknya 24 jam bagi migran sebelum mereka dikirim ke negara selain negara asal mereka, sehingga memo internal terbasru menandai potensi percepatan deportasi besar-besaran di Negeri Paman Sam.

Dalam memo tertanggal 9 Juli dari Penjabat Direktur ICE Todd Lyons, disebutkan bahwa dalam "keadaan mendesak", deportasi bisa dilakukan dalam waktu enam jam asalkan migran telah diberi kesempatan berkonsultasi dengan pengacara.


"Memo ini menunjukkan bagaimana pemerintahan Trump bersiap memperluas jangkauan deportasi ke berbagai negara, bahkan yang tidak memiliki hubungan erat dengan migran," tulis laporan Washington Post yang pertama kali membocorkan dokumen tersebut, dikutip Selasa (15/7/2025).

Dalam memo itu juga disebutkan bahwa migran dapat dipindahkan ke negara yang telah memberikan jaminan tidak akan melakukan penyiksaan atau penganiayaan terhadap mereka, tanpa perlu proses hukum tambahan.

Langkah ini menjadi mungkin setelah Mahkamah Agung AS mencabut larangan pengadilan yang sebelumnya membatasi deportasi ke negara ketiga karena risiko pelanggaran HAM. Tak lama setelahnya, delapan migran dari Kuba, Laos, Meksiko, Myanmar, Sudan, dan Vietnam telah dikirim ke Sudan Selatan.

Pemerintah AS bahkan disebut telah meminta lima negara Afrika, yakni Liberia, Senegal, Guinea-Bissau, Mauritania, dan Gabon untuk menerima migran yang dideportasi dari negara lain.

"Ini jauh dari perlindungan hukum yang seharusnya diberikan oleh konstitusi. Kebijakan ini menciptakan risiko serius bagi keselamatan dan kehidupan para migran," ujar Trina Realmuto, pengacara dari Aliansi Litigasi Imigrasi Nasional yang mewakili sekelompok migran dalam gugatan class action terhadap deportasi kilat ini.

Pemerintah berargumen bahwa deportasi ke negara ketiga akan mempercepat pemindahan migran yang tidak memiliki izin tinggal atau memiliki catatan kriminal. Namun, para advokat menilai langkah ini kejam dan tidak manusiawi, karena banyak migran tidak memiliki ikatan sosial, budaya, maupun bahasa di negara tujuan baru mereka.

Selama masa jabatan pertama Trump (2017-2021), kebijakan serupa pernah diterapkan secara terbatas, termasuk mengirim sejumlah migran dari El Salvador dan Honduras ke Guatemala. Sementara itu, di masa pemerintahan Joe Biden, AS mencapai kesepakatan dengan Meksiko untuk menerima ribuan migran dari negara-negara seperti Kuba, Haiti, Nikaragua, dan Venezuela yang sulit dipulangkan secara langsung.

Memo ICE terbaru ini diajukan sebagai bukti dalam kasus hukum yang menimpa Kilmar Abrego Garcia, seorang penduduk Maryland yang dideportasi secara salah ke El Salvador.


(tfa/tfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Tiba di Paris Hadiri Bastille Day