Ojol, Pedagang Emas & Pulsa Gak Kena Pungutan Pajak E-Commerce
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) menegaskan peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 hanya menyasar pemungutan pajak pedagang online yang berdagang atau melakukan transaksi jual beli di marketplace atau e-commerce.
Adapun, layanan ojek online (ojol) dikecualikan, sebagaimana pengecualian yang sama untuk pedagang emas dan penjualan pulsa.
Hal ini ditegaskan pula oleh Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama saat taklimat media di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (14/7/2025).
"Ojol gak dipungut deh meski ada fee untuk ojol," tegas Yoga.
Dalam PMK 37/2025, pasal 10 nya memang sudah mengecualikan penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagai mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi yang memberikan jasa angkutan sebagai objek yang dipungut penghasilannya atas transaksi secara digital.
Demikian juga para pedagang emas, pada pasal 10 itu juga disebutkan, penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan dikecualikan dari pemungutan pajak penghasilannya oleh e-commerce.
Yoga menjelaskan, penjualan emas perhiasan, emas batangan, serta perhiasan sudah memiliki ketentuan sendiri untuk pemungutan pajak penghasilannya dari hasil transaksi perdagangannya dengan pembeli, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023.
Perlakuan yang sama juga bagi para pedagang pulsa, karena dalam Pasal 10 itu juga disebutkan pengecualian untuk penjualan pulsa dan kartu perdana.
"Penjualan pulsa dan kartu perdana enggak karena kita sudah ada regulasi khusus untuk pulsa dan kartu perdana jadi kita enggak pungut, emas perhiasan sama, pengalihan hak atas tanah juga karean dia lewat notaris bayar 2,5% nya," tutur Yoga.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang terbit per hari ini mengatur Ttntang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut, Penyetor, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam PMK itu disebutkan bahwa penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce akan disebut sebagai pihak lain, dan akan ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPh yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Kriteria pedagang dalam negeri yang akan dipungut PPh nya oleh e-commerce itu baik berupa orang pribadi atau badan yang atau rekening keuangan sejenis dan bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon Negara Indonesia.
Termasuk Pedagang Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam hal ini, Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) harus menyampaikan informasi NPWP atau NIK nya, serta alamat korespondensi.
Selain itu, Pedagang Dalam Negeri juga harus menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) bagi Wajib Pajak orang pribadi.
Informasi lainnya yang harus disampaikan ialah (2) menerima atau memperoleh penghasilan dengan Peredaran Bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Dalam hal Pedagang Dalam Negeri telah memiliki Peredaran Bruto melebihi Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), Pedagang Dalam Negeri harus menyampaikan informasi kepada Pihak Lain berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan melebihi Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
"Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan paling lambat akhir bulan saat Peredaran Bruto melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)," sebagaimana tertuang dalam Pasal 6 PMK itu.
Selanjutnya, pemungutan PPh yang harus dilakukan ialah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik berupa PPh Pasal 22.
(arj/haa)