Program Baru Kemenkeu Kejar Setoran Negara 2026, Anggarannya Rp1,99 T

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
Senin, 14/07/2025 14:15 WIB
Foto: Wakil menteri keuangan, (Wamenkeu) RI Anggito Abimanyu dalam konferensi pers bersama terkait deregulasi kebijakan impor dan deregulasi kemudahan berusaha di Kementrian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/6/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan menganggarkan secara khusus Rp 1,99 triliun untuk mengoptimalkan penerimaan negara pada 2026. Nilai anggaran itu menjadi bagian dari usulan pagu untuk tahun anggaran 2026 Rp 52,01 triliun.

Nilai anggaran dalam bentuk program pengelolaan penerimaan negara tahun anggaran 2026 itu pagu indikatifnya sebesar Rp 1,63 triliun, namun diusulkan oleh Kemenkeu untuk ditambah menjadi Rp 366,42 miliar.


"Outcomenya ada 5 kegiatan utama yang dengan anggaran Rp 1,99 triliun, itu ada pagu indikatif dan usulan tambahan dalam rangka memperoleh atau mencapai target-target penerimaan negara" kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (14/7/2025).

Adapun program pengelolaan penerimaan negara tahun anggaran 2026, pertama terdiri dari program pelayanan, komunikasi, dan edukasi. Program itu termasuk inklusi kesadaran pajak, promosi ekspor UMKM, kemitraan perpajakan internasional, dan data serta informasi pelayanan penerimaan negara.

"Yang cukup baru mengenai perpajakan internasional, dan berikutnya data dan informasi pelayanan penerimaan negara, baik itu pajak, bea cukai, maupun penerimaan negara," tegasnya.

Kedua, program pengawasan dan penegakan hukum, yang antara lain dalam bentuk kerja sama penyidikan tindak pidana perpajakan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) lintas negara, sinergi patroli laut, joint task force on illegal goods, hingga penguatan pengawasan PNBP, khususnya di sektor ekstraktif.

Ketiga, program ekstensifikasi penerimaan negara, antara lain berupa data dan informasi perpajakan serta penerimaan negara terintegrasi, joint analysis data perpajakan dan penerimaan negara, maupun perluasan basis penerimaan mendukung hilirisasi dengan instrumen bea keluar.

"Ini satu tambahan penerimaan yang bisa kita hasilkan karena cara kerja unit eselon I tidak lagi sendiri-sendiri, tapi cara kerja bersama, sehingga memperoleh tambahan penerimaan negara," ungkap Anggito.

Program keempat ialah dalam bentuk penanganan keberatan, banding, ataupun gugatan yang di antaranya dalam bentuk putusan penanganan perkara, dokumen penyelesaian banding DJP, serta penguatan fungsi penegakan hukum perpajakan.

Kelima, ialah tentang perumusan kebijakan administrasi. Di antaranya dalam bentuk penggalian potensi perpajakan melalui data analisis dan media sosial, rekomendasi cukai produk pangan olahan bernatrium (P2OB), penguatan regulasi perpajakan dan PNBP untuk peningkatan penerimaan negara, serta rekomendasi proses bisnis untuk kegiatan ekspor dan impor logistik.

Dengan berbagai program itu, Kementerian Keuangan menargetkan pada 2026 rasio pendapatan negara terhadap PDB akan di kisaran Rp 11,71%-12,22%, rasio perpajakan terhadap PDB 10,08%-10,45%, dan rasio PNBP terhadap PDB 1,63%-1,76%.

"Rangenya sudah dibahas dalam KEM PPKF, utamanya untuk rasio penerimaan negara, tax ratio, maupun rasio PNBP. Range nya sudah disepakati bersama nanti tentu akan disampaikan dalam nota keuangan berapa jumlahnya," tutur Anggito.

Program-program pengelolaan penerimaan negara ini akan diampu oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Lembaga National Single Window.


(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DJP Tegaskan Pemungutan PPH di E-Commerce Bukan Pajak Baru