RI Kena Tarif Trump 32%

Tolong! Gelombang PHK-Deindustrialisasi Parah Ancam Industri TPT RI

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Jumat, 11/07/2025 10:55 WIB
Foto: Ilustrasi pabrik garmen (AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia mulai was-was menghadapi ancaman kebijakan dagang terbaru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Rencana Trump menerapkan tarif impor tambahan sebesar 32% untuk seluruh produk asal Indonesia yang masuk ke AS mulai 1 Agustus 2025 mendatang, dikhawatirkan akan berdampak besar bagi industri TPT nasional.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan, pihaknya masih menaruh harapan besar pada langkah tim negosiasi pemerintah Indonesia yang dipimpin langsung Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.


"Saya masih berharap, dan punya keyakinan tim negosiasi Indonesia yang dipimpin Pak Menko dapat mendapatkan hasil yang lebih baik," kata Jemmy kepada CNBC Indonesia, Jumat (11/7/2025).

AS Pasar Besar, Gelombang PHK Mengancam

Namun Jemmy tak menampik, bila negosiasi gagal, dampaknya bisa sangat kompleks. Ia menilai penguatan pasar dalam negeri menjadi langkah paling realistis yang bisa ditempuh pelaku usaha untuk meredam efek buruk yang mungkin terjadi, termasuk gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Cukup kompleks. Karena mata rantai industri TPT cukup panjang. Penguatan pasar domestik adalah prioritas utama untuk industri nasional, untuk meminimalkan dampak PHK yang tidak diinginkan," ucapnya.

Senada dengan Jemmy, Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana menjelaskan skenario terburuk yang dihadapi dunia usaha bila tarif itu benar-benar diterapkan. Ia menyebut Amerika Serikat selama ini merupakan pasar ekspor utama bagi TPT Indonesia dengan kontribusi sekitar 40%.

"Karena kapasitas ekspor ke AS sangat besar, sekitar 40%, jika beban biaya bertambah mahal, pemesanan akan berkurang dan kemudian perusahaan TPT di Indonesia akan mengurangi kapasitas produksinya," tutur Danang.

Situasi itu, lanjutnya, akan memicu efek domino di seluruh rantai pasok industri TPT, mulai dari hulu hingga hilir.

"Perusahaan garmen akan mulai melepas karyawannya, diikuti perusahaan tekstil, kemudian perusahaan bahan baku tekstil. Efek domino akan mengakibatkan deindustrialisasi terjadi semakin parah," tegasnya.

Efek Domino Tarif Tambahan BRICS

Ia menambahkan, dampak kebijakan tarif ini tidak hanya akan mengguncang sektor tekstil Indonesia, tapi juga mengganggu ekosistem rantai pasok global. Apalagi kebijakan ini muncul di tengah ketegangan geopolitik dan rivalitas dagang antara AS dan blok negara-negara BRICS yang kian tajam.

"Supply chain global ekonomi akan bergeser dan perseteruan ekonomi AS dengan BRICS akan meruncing. Polarisasi terjadi," ujar Danang.

Untuk itu, ia menilai Indonesia harus segera menyesuaikan diri. "Indonesia akan ditantang untuk secepat-cepatnya membuka pasar baru dan memperkuat pasar domestik," tandasnya.

Perlu diketahui, Trump telah mengumumkan akan memberlakukan tarif impor sebesar 32% untuk semua produk Indonesia yang masuk ke AS.

Kata Trump, tarif tersebut terpisah dari tarif sektoral yang diberlakukan. Kebijakan itu akan diterapkannya mulai 1 Agustus 2025 nanti. Disebutkan, rencana Trump itu telah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto melalui surat tanggal 7 Juli 2025.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tak Peduli Kritik, Trump Naikkan Tarif Dasar Perdagangan 20%