Airlangga Temui Anak Buah Trump, Negosiasi Tarif Impor Lanjut Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Negosiasi tarif perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) resmi memasuki babak kedua, setelah Presiden AS Donald Trump pada 7 Juli 2025 bersikukuh mengenakan tarif perdagangan resiprokal ke Indonesia sebesar 32%.
Perundingan kedua ini resmi terjadi setelah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melaksanakan pertemuan dengan U.S. Secretary of Commerce Howard Lutnick dan United States Trade Representative Jamieson Greer pada Rabu (9/07) di Washington DC.
Dalam pertemuan itu, Airlangga menyampaikan apresiasi terhadap negosiasi tarif pertama yang telah berlangsung 90 hari berjalan konstruktif dengan pihak AS. Perundingan mencakup isu-isu tarif, hambatan non-tarif, ekonomi digital, keamanan ekonomi, serta kerja sama komersial dan investasi.
Indonesia dan AS kata Airlangga juga telah sepakat untuk mengintensifkan perundingan tarif dalam tiga minggu ke depan untuk memastikan hasil terbaik bagi kedua belah pihak.
"Kita sudah memiliki pemahaman yang sama dengan AS terkait progres perundingan. Ke depan, kita akan terus berupaya menuntaskan negosiasi ini dengan prinsip saling menguntungkan," ujar Airlangga dikutip dari siaran pers, Kamis (10/7/2025).
Airlangga juga menegaskan bahwa hubungan Indonesia dan AS selama ini terjalin sangat baik dan perlu terus diperkuat. "Kita ingin meningkatkan hubungan komersial Indonesia dengan AS," paparnya.
Penguatan hubungan dagang dengan AS ia sebut sebetulnya telah terjalin sejak pekan lalu, setelah perusahaan-perusahaan Indonesia di bidang pertanian dan energi telah menandatangani MoU dengan perusahaan-perusahaan AS untuk pembelian produk unggulan AS dan meningkatkan investasi.
Indonesia dan Amerika Serikat itu sebut juga melihat potensi besar untuk memperluas kerja sama di sektor strategis seperti mineral kritis. Airlangga mengatakan, AS kini mulai tertarik untuk bekerja sama untuk mengolah mineral kritis dengan Indonesia, seperti untuk komoditas nikel, tembaga, dan kobalt.
"AS menunjukkan ketertarikan yang kuat untuk memperkuat kemitraan di bidang mineral kritis. Indonesia memiliki cadangan besar nikel, tembaga, dan kobalt, dan kita perlu mengoptimalkan potensi kerja sama pengolahan mineral kritis tersebut," ujar Airlangga.
Ia pun memastikan Indonesia akan melanjutkan negosiasi dengan AS dengan itikad baik, memastikan bahwa kerja sama yang terjalin mampu memberikan manfaat yang nyata bagi kedua negara.
(arj/mij)