RI Kena Tarif Baru Trump 35%, Tapi Negara ASEAN Ini Lolos! Kok Bisa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memberikan pengumuman baru yang mengeskalasi perang dagangnya, kemarin. Barang impor dari 14 negara akan menghadapi tarif menyeluruh yang tinggi, mulai 1 Agustus.
Dalam serangkaian unggahan media sosialnya Truth Social, Trump membagikan tangkapan layar surat yang mendiktekan tarif baru kepada para pemimpin negara tersebut. Jepang, Korea Selatan (Korsel), Malaysia, Kazakhstan, Afrika Selatan, Laos, dan Myanmar, lalu Bosnia dan Herzegovina, Tunisia, Bangladesh, Serbia, Kamboja, Thailand, serta Indonesia masuk.
Ada negara yang dipatok 25%. Ada pula yang dikenakan bea 30% hingga 40%.
Pengumuman ini, disebut tim Trump, akan terus berlanjut. Tapi sebenarnya di ASEAN khususnya, satu negara yakni Vietnam dipastikan lolos dari tarif Trump.
Mengapa?
Vietnam menjadi satu dari tiga negara yang resmi mengetok deal dagang dengan AS. Trump mengumumkan tarif sebesar 20% atas impor dari negara ASEAN itu, Rabu pekan lalu.
Kesepakatan perdagangan dicapai di tengah deadline pemberlakuan tarif resiprokal (timbal balik) Trump, 9 Juli. Sebelumnya, produk yang dikirim dari Vietnam ke AS menghadapi pungutan sebesar 46%.
Kok Bisa? Apa Rahasianya?
Dalam pengumuman pekan lalu ke Vietnam, Trump menyebutnya sebagai "Great Deal of Cooperation". Ia memuji habis negeri itu.
"Vietnam akan melakukan sesuatu yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, memberi Amerika Serikat AKSES TOTAL ke Pasar Perdagangan mereka," kata Trump.
"Dengan kata lain, mereka akan MEMBUKA PASAR MEREKA KE AMERIKA SERIKAT, yang berarti bahwa kami akan dapat menjual produk kami ke Vietnam dengan Tarif NOL," ujarnya.
Mengutip BBC sebenarnya, Vietnam telah menjadi pusat manufaktur utama bagi sejumlah merek besar AS seperti Nike, Apple, Gap, dan Lululemon. Negara ini diuntungkan oleh perusahaan yang memindahkan pabrik dari China untuk menghindari tarif yang diumumkan Trump selama masa jabatan pertamanya.
Direktur eksekutif Kamar Dagang Amerika di Hanoi, Adam Sitkoff, mengatakan bahwa ia optimis bahwa kesepakatan perdagangan tersebut membuat Vietnam "dalam posisi yang baik". Namun mengenai tarif yang diusulkan untuk apa yang disebut trans-shipping, ia mempertanyakan definisi istilah tersebut, yang menyatakan bahwa hal itu dapat menjadi "istilah yang samar dan sering dipolitisasi dalam penegakan perdagangan".
"Tidak jelas berapa banyak pengalihan rute ilegal yang dapat ditangkap oleh pejabat Vietnam, atau berapa banyak yang ada," katanya.
Berkaitan dengan China?
Selama ini Washington menuduh Hanoi memberi label ulang pada barang-barang China untuk menghindari tarifnya. Tetapi bahan baku dari ekonomi nomor dua dunia tersebut merupakan urat nadi industri manufaktur Vietnam.
"Dari perspektif global, mungkin hal yang paling menarik adalah bahwa kesepakatan ini sekali lagi tampaknya sebagian besar berkaitan dengan China," kata Capital Economics dalam analisisnya menyebut soal trans-shipping akan dilihat China sebagai provokasi.
"Ini adalah hasil yang jauh lebih baik daripada tarif tetap 46% , tetapi saya belum akan merayakannya sekarang. Semuanya sekarang tergantung pada bagaimana AS memutuskan untuk menafsirkan dan menegakkan gagasan transshipment," kata Dan Martin dari firma penasihat bisnis Asia Dezan Shira & Associates yang berkantor pusat di Hanoi.
"Jika AS mengambil pandangan yang lebih luas dan mulai mempertanyakan produk yang menggunakan suku cadang asing, bahkan ketika nilai benar-benar ditambahkan di Vietnam, hal itu dapat memengaruhi banyak perusahaan yang bermain sesuai aturan."
Proyek Keluarga Trump?
Ada fakta menarik yang muncul antara Trump dan Vietnam. Keluarga Trump mengumumkan proyek pembangunan di negara itu.
Pemerintah Vietnam, dilaporkan menyetujui rencana bisnis Trump Organization dan Kinh Bac City Development. Bakal ada investasi hingga US$1,5 miliar dalam hotel, lapangan golf, dan real estat mewah.
Trump Organization juga mencari lokasi untuk membangun Trump Tower di Kota Ho Chi Minh. Namun sayang belum ada keterangan lebih lanjut soal ini.
Trump awalnya mengenakan pungutan yang tinggi pada mitra dagang di seluruh dunia pada bulan April, dengan alasan kurangnya "timbal balik". Tetapi ia kemudian mengumumkan jeda di mana semuanya diturunkan menjadi 10%.
Banyak negara kemudian mendekati AS untuk merundingkan kesepakatan perdagangan. Sejak April, Washington sejauh ini hanya mengumumkan pakta dengan Inggris dan kesepakatan untuk sementara menurunkan bea balasan dengan China.
(sef/sef)